BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Perkembangan rekayasa
dalam bidang teknik sipil pada saat ini terasa begitu cepat, yaitu beton
sebagai salah satu unsur teknik sipil yang selalu mengalami perkembangan. Beton
merupakan salah satu unsur yang penting, mengingat fungsinya sebagai salah satu
pembentuk struktur yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Keadaan ini
dapat dimaklumi, karena sistem konstruksi beton mempunyai banyak kelebihan bila
dibandingkan dengan bahan lain, misalnya mempunyai kuat tekan tinggi, dapat
mengikuti bentuk bangunan secara bebas, tahan terhadap api dan biaya
perawatannya relatif lebih murah.
Beton bermutu tinggi
dan berkinerja tinggi, saat ini merupakan material bangunan yang sudah banyak
digunakan dalam pekerjaan struktur bangunan modern. Beton adalah material yang
hampir ada pada setiap aspek kehidupan sehari – hari yang dijumpai, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Struktur yang terbuat dari beton antara lain;
lantai, atap, pelat lantai jembatan, dan bangunan gedung-gedung bertingkat,
untuk itu beton bermutu tinggi dalam berbagai hal dapat memenuhi permintaan
atas efisiensi bangunan, menurunkan biaya bangunan dan mengurangi pemeliharaan.
Beton yang baik adalah beton
yang memenuhi syarat peraturan beton Indonesia dan menjamin bangunan tersebut
tahan lama, sesuai target yang diinginkan. Tinggi rendahnya nilai kekuatan beton sangat
tergantung dari kualitas bahan-bahan pembentuk beton yaitu air, semen dan
agregat. Disamping itu kekuatan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi atau
pencampuran beton dalam konstruksi, karena
apabila dalam pelaksanaan ternyata mengalami kerusakan dalam pencampuran maka akibatnya nilai kekuatan beton akan menurun. Beton
didefenisikan sebagai campuran antara semen Portland atau semen hidrolik
lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan campuran
tambahan yang membentuk masa padat (SNI 03-2847-2002).
Penggunaan beton sebagai bahan
bangunan juga telah lama dikenal. Beton memiliki beberapa kelebihan antara
lain: kuat desaknya relatif tinggi, mudah dibentuk sesuai keinginan,
perawatannya murah dan dapat dikombinasikan dengan bahan lain. Di sisi lain,
beton memiliki sifat yang getas (brittle),
sehingga secara praktis kemampuan untuk menahan tegangan tarik relatif kecil. Oleh
sebab itu digunakan tulangan sebagai penahan kuat tarik beton yang dinamakan
beton bertulang. (Tjokrodimulyo 1996;2).
Seiring dengan semakin pesatnya
pertumbuhan penduduk maka kebutuhan penggunaan beton bertulang sebagai komponen
utama dalam pembangunan perumahan akan semakin meningkat pula. Salah satu bahan
utama dari beton adalah tulangan baja. Tulangan baja ini dibentuk dan
diproduksi menggunakan bahan mentah utamanya berupa bijih besi, yang
ketersediaan di alam memiliki batas, dikarenakan unsur bahan mentah bijih besi
ini merupakan bahan tambang yang tidak dapat diperbaharui.
Penggunaan beton bertulang
dalam pembangunan membutuhkan biaya yang tinggi. Pembangunan dengan biaya yang
lebih terjangkau dan tidak mengurangi kekuatan bangunan menimbulkan fenomena
yang cukup menarik untuk diteliti. Bahan-bahan yang unggul menjadi prioritas
utama dalam penggunannya sebagai bahan bangunan sehingga mengakibatkan
ketersediaannya yang terbatas dan mahal. Peningkatan kebutuhan tulangan baja
ini nantinya akan menimbulkan dampak negatif berupa semakin menipisnya
ketersediaan material bijih besi tersebut, sehingga menjadi langka, yang
tentunya ini akan berakibat memicu kenaikkan harga bijih besi menjadi semakin
mahal. Semakin mahalnya harga tulangan baja ini akan sangat memberatkan bagi
masyarakat terutama masyarakat golongan ekonomi lemah, dalam upaya mereka untuk
memenuhi kebutuhan primernya, yaitu berupa perumahan yang layak huni.
Memperhatikan kondisi
geologi di Nusa Tenggara Timur pada umumnya dan pulau Timor khususnya dimana
sebagian besar wilayahnya merupakan daerah dataran dan pegunungan dan banyak
ditumbuhi banyak tumbuhan yang layak pakai sebagai bahan bangunan. Oleh sebab itulah perlu diupayakan mencari
alternatif baru pengganti tulangan baja pada beton. Adapun alternatif lain
sebagai pengganti tulangan beton tersebut, diantaranya adalah Rotan.
Rotan merupakan salah
satu sumber hayati Indonesia, penghasil devisa negara yang cukup besar. Sebagai
negara penghasil Rotan terbesar, Indonesia telah memberikan sumbangan sebesar
80% kebutuhan Rotan dunia. Dari jumlah
tersebut 90% Rotan dihasilkan dari hutan alam yang terdapat di Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan pulau- pulau lain termasuk Nusa Tenggara dan
sekitar 10% dihasilkan dari budidaya Rotan. Nilai ekspor Rotan Indonesia pada tahun 1992 mencapai US$ 208,183
juta (Kalima, 1996). Menurut hasil inventarisasi yang dilakukan Direktorat Bina
Produksi Kehutanan, dari 143 juta hektar luas hutan di Indonesia diperkirakan
hutan yang ditumbuhi Rotan seluas kurang lebih 13,20 juta hektar, yang tersebar
di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara dan pulau-pulau lain yang memiliki hutan alam.
Rotan adalah tumbuhan
palm yang merambat, memanjat, dan berduri. Rotan juga dikenal sebagai tumbuhan
hutan tropik dan subtropik yang sangat subur pertumbuhannya. Tumbuhan ini
merupakan sumber Rotan batangan untuk industri furnitur Rotan. Kebanyakan Rotan batangan yang memasuki perdagangan
dunia dikumpulkan dari tanaman yang tumbuh liar di berbagai bagian
negara-negara Asia Tenggara. Indonesia memiliki keanekaragaman Rotan terbanyak
di Asia Tenggara. Rotan merupakan hasil hutan yang paling penting setelah kayu
(Dransfield, 1974). Menurut Djaso Saputra (pengusaha Rotan Cirebon) Rotan adalah
'gulma' yang 'wajib ditebang' karena termasuk tanaman yang tumbuh liar di
kawasan hutan tropis. Manfaat Rotan sebagai bahan baku pembuatan perangkat
interior, khususnya berkaitan dengan kreativitas dan keterampilan tangan para
pembuatnya. Tangan-tangan terampil yang mengalir dari tradisi itu telah banyak
menghidupi banyak orang dan karya-karyanya telah tersebar di dalam tatanan
interior rumah-rumah asri di berbagai negara.dan saat Rotan sebagai salah satu alternatif
bahan bangunan relatif jarang digunakan dibanding dengan bahan bangunan lainnya.
Batang Rotan biasanya langsing
dengan diameter 2–5 cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak
yang dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam. Suatu batang Rotan dapat
mencapai panjang ratusan meter. Sebagian besar Rotan berasal dari hutan di
Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Indonesia memasok 70% kebutuhan Rotan dunia. Sisa pasar diisi dari Malaysia,
Filipina, Sri Lanka, dan Bangladesh. Berikut ini adalah
beberapa ciri-ciri umum yang ada di batang Rotan: (ISBN 978-979-3132-42)
- Bentuk batang Rotan umumnya memanjang dan bulat seperti
silinder atau segitiga, tetapi selalu bersifat aktinomorf. Batang Rotan bersifat
aktinomorf maksudnya adalah bahwa batang Rotan akan menjadi bagian yang setangkup bila
dibagi menjadi dua.
- Batang tanaman Rotan dibagi
menadi ruas-ruas yang setipa ruasnya dibatasi oleh buku-buku. Di buku-buku
tersebut itulah tempat melekatnya pelepah dan tangkai daun tanaman Rotan .
- Batang tanaman Rotan selalu
bersifat fototrop atau heliotrop, yaitu selalu mengarah ke
atas menuju sinar matahari.
- Batang tanaman Rotan selalu bertambah panjang pada ujungnya.
Dari hasil pengapatan
dari peneliti, tanaman rotan ini banyak dijumpai dihutan dan terutama ditepi
aliran sungai seperti yang ada di wilayah Nusa Tenggara Timur, tepatnya di salah
satu Desa yaitu desa Bijeli kecamatan Noemuti kabupaten Timor Tengah Utara. Rotan
atau dalam bahasa dawan (ue), yang ada di desa bijeli tumbuhnya cukup banyak
kurang lebih 12-15 hekto are (Ha). Namun
kenyataannya bahwa pemanfaatan rotan masih hanya digunakan sebagai bahan
pengikat atau tali-talian saja, dan belum digunakan sebagai bahan bangunan
dalam pelaksanaan pekerjaan beton bertulang. Hal ini disebabkan karena belum adanya pengetahuan
masyarakat tentang kegunaan rotan sebagai bahan bangunan dan juga belum adanya
data yang akurat mengenai kualitas kekuatan tekan lentur beton yang dihasilkan
dari produksi beton dengan menggunakan rotan sebagai pengganti bahan baja.
Penelitian beton bertulang Rotan
dilakukan dengan pengujian lentur balok beton sederhana dengan susunan beberapa
perlakuan yaitu sebagai berikut; (100% tulangan besi baja), (50% tulanagan besi baja, 50% tulangan rotan), (25% tulanagan besi baja, 75% tulangan rotan), untuk mengetahui kekakuan, kekuatan lentur dan momen
runtuh balok tersebut. Penelitian ini perlu dilakukan karena bertujuan untuk
mengetahui potensi Rotan untuk menggantikan kontribusi tulangan baja. Selain
itu, perlu diketahui mutu beton bertulang Rotan sebagai pengganti tulangan baja
yang dapat menjadi pilihan untuk diaplikasikan pada balok dan kolom rumah
sederhana yang lebih terjangkau. Mengacu pada penelitian tersebut dapat dipertimbangkan
bahwa Rotan dapat digunakan sebagai bahan baku pada suatu struktur bangunan. Dari
latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul: ”Perilaku Mekanik Balok Dengan Tulangan Rotan Pada Pengujian Lentur Beton Bertulang”
1.2.Identifikasi
Masalah
1.
Tulangan
baja dibentuk dan diproduksi menggunakan bahan mentah utamanya berupa bijih
besi, yang ketersediaan di alam memiliki batas, dikarenakan unsur bahan mentah
bijih besi ini merupakan bahan tambang yang tidak dapat diperbaharui.
2.
Besi beton/ tulangan baja polos yang dijualpun harganya semakin mahal dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat kecil yang berada
dipelosok, yang membutuhkannya sebagai bahan bangunan.
3.
Balok
bertulang dengan
menggunakan Rotan sangat
disarankan untuk daerah yang terbatas dalam ketersediaan tulangan baja polos.
4.
Rotan merupakan produk
hasil alam yang sifatnya keras, kuat, ulet, mudah dibelah, dan mudah dikerjakan
yang dapat diperoleh dengan mudah, murah, mudah ditanam, pertumbuhan cepat,
serta memiliki kuat tarik tinggi
5.
Rotan dapat digunakan
sebagai tulangan beton pengganti baja karena mempunyai kekuatan tarik tinggi
yang mendekati kekuatan baja.
6.
Rotan sebagai salah satu
bahan bangunan relatif jarang digunakan dibanding dengan bahan bangunan lainnya.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan Identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelit ian
ini yaitu :
a.
Apakah ada perbedaan kuat lentur balok beton bertulang yang
memakai tulangan baja dengan balok beton yang menggunakan tulangan kombinasi
antara besi baja dan rotan?
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini Antara lain
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini
dapat dijadikan ilmu tambahan tentang bahan bangunan, bahwa Rotan dapat dimanfaatkan
sebagai tulangan pengganti baja pada pembuatan beton bertulang.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat
menggunakan dan membuat beton bertulang dengan memanfaatkan rotan sebagai bahan pengganti baja, dalam membuat sebuah bangunan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1
TINJAUAN PUTAKA
2.1.1
Rotan
2.1.1.1
Deskripsi
Rotan
Rotan merupakan palem
berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia
(Mac Kinnon et al., 2000). Rotan dapat
berbatang tunggal (soliter)
atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak
beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun
dapat dipanen terus-menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya tunas-tunas
yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian
bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek
yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan Manokaran, 1996).
Akar tanaman rotan mempunyai
sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan atau
kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti
silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi
menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai
daun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah
daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Rotan termasuk
tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Biasanya, bunga
jantan dan bunga betina berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua. Karena
itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau serangga
penyerbuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang berbentuk
trapesium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah
rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan bentuk buah rotan umumnya bulat,
lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000).
Rotan yang dibudidayakan dan
memiliki prospek pengembangan adalah palasan (Calamus merrillii Beccari),
Rotan batang (Calamus zollingeri), Rotan batu (Calamus subinermis),
Rotan buku hitam (Calamus palustris Griffth), Rotan gunung (Calamus
exilis Griffth), Rotan irit (Calamus trachycoleus), Rotan kesup (Calamus
ornatus), Rotan lilin (Calamus javensis), Rotan manau (Calamus
manan), Rotan manau tikus (Calamus tumidus), Rotan semambu (Calamus
scipionum), rotan taman (Calamus optimus), Rotan tumalim (Calamus
mindorensis), rotan tut (Calamus pogonacanthus), dan rotan udang (Korthalsia
echinometra) (Yayasan Prosea, 1994).
2.1.1.2
Taksonomi Rotan
Tellu (2005) menyatakan
bahwa pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan
ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun,
bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Arecales
Famili : Palmae (Arecaceae)
Sub Famili :
Calamoideae
Genus : Calamus
Spesies : Calamus
caesius (rotan sega) merupakan salah satu contoh spesies genus Calamus
Selain genus Calamus, genus
lainnya yang termasuk ke dalam Sub Famili Calamoideae adalah Daemonorops dan
Korthalsia. Salah satu spesies dari genus Daemonorops adalah Daemonorops
robusta Warb (rotan bulu rusa),
sedangkan salah satu genus Korthalsia
adalah Korthalsia schaphigera
(Plantamor, 2008).
2.1.1.3
Tempat
Tumbuh dan Penyebaran Rotan
Rotan merupakan tumbuhan
khas tropika, terutama tumbuh di kawasan hutan tropika basah yang heterogen.
Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga
tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai
2900m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang
dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur.
Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000mm - 4000mm pertahun
menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan
suhu udara berkisar 240 C-300 C. Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada
suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang lebih panjang dan jumlah
batang dalam satu rumpun lebih banyak jika dibandingkan dengan rotan yang
menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun
pohon.
Berdasarkan ekologi
hidupnya, tanaman rotan memiliki daerah penyebaran di Asia Selatan, Asia
Tenggara, kawasan Afrika Latin, dan Afrika. Sementara pusat penyebaran rotan
terbesar berada di kawasan hutan Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan
Papua Nugini. Di Indonesia rotan tumbuh hampir di semua pulau, yaitu Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian dan Nusa Tenggara, Januminro, 2000).
2.1.1.4
Kegunaan Rotan
Batang polos rotan
dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan karena kekuatan,
kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan digunakan secara
komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit dan teras rotan dimanfaatkan
untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan banyak spesies rotan telah
digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, konstruksi, keranjang,
atap dan tikar (Dransfield dan Manokaran, 1996).
Seperti yang dikatakan oleh
(Januminro, 2000) bahwa di bidang konstruksi, batang rotan banyak dipakai untuk
mengisi batang sepeda, alat sandaran kapal, penahan pasir di daerah gurun
pasir, bahkan dapat digunakan untuk pengganti konstruksi tulangan. Salah satu
upaya yang digunakan adalah mencari alternatif baru pengganti tulangan baja
pada beton. Adapun alternatif lain sebagai pengganti tulangan beton tersebut,
diantaranya adalah Rotan. Sebagai bahan konstruksi alami, Rotan mempunyai sifat
– sifat fisis dan mekanis yang khas dan sangat berbeda dengan bahan konstruksi
yang lain. Oleh karena itu, dalam pemanfaatan Rotan sebagai bahan konstruksi
kita harus sedikit banyaknya mengetahui tentang beberapa sifat-sifat tersebut agar dalam penggunaannya dapat
dikembangkan secara maksimal.
2.1.2
Sifat Dasar Dan Struktur Bahan Rotan
Pemanfaatan rotan sebagai
komoditi perdagangan dunia juga diikuti oleh penelitian tentang sifat sifat dan
kegunaan rotan oleh berbagai pihak seperti lembaga penelitian, perguruan tinggi
dan beberapa industri yang berkecimpung langsung dalam pemanfaatan rotan.
Penelitian rotan meliputi pengetahuan tentang botani, silvikultur, struktur
anatomi, fisis mekanis, dan komponen kimia..
2.1.2.1
Berat Rotan
Berat
rotan tergantung tergantung banyaknya zat yang ada didalam batang rotan
(dinnding sel ) per satuan isi , zat infiltrasi dalam rotan dan basarnya
kandungan air dalam rotan,
2.1.2.2
Struktur Anatomi
Pembagian
struktur anatomi rotan dikelompokan dalam dua ciri yaitu; ciri umum dan ciri
anatomi. Ciri umum ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis
yang meliputi wrna batang, diameter batang tanpa pelepah, panjang ruas,
kerapatan ikatan pembuluh ( KIP) dan tinggi buku. Penempatan ciri umum
berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran secara visual dan dengan bantuan
lup. Penetapan KIP dilakukan melalui perhitungan jumlah pembuluh dalam bidang 2
mm x 2 mm pada penampang lintang batang rotan dengan menggunakan lup. Umumnya
contoh uji berukuran panjang 5 cm dan diameter tergantung diameter rotan yang
diukur. Pengukuran dilakukan pada bidang seluas 2 mm x 2 mm, masing-masing
dibagian tepi., tengah , pusat rotan. Hasil pengukuran ketiga bagian sampel
dijumlahkan kemudian ditetapkan banyaknya ikatan pembuluh per mm² dengan rumus.
KETERANGAN:
KIP = Kerapatan ikatan pembuluh tiap 1 mm²
Pi = Banyaknya ikatan pembuluh pada bagian pinggir
Te = banyaknya Ikatan pembuluh pada
bagian tengah
Pu = Banyaknya ikatan pembuluh pada
bagian pusat
Ciri
anatomi batang rotan ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran
penampang lintang batang rotan secara mikroskopis yang meliputi dimensi ikatan
pembuluh metaksilem, protoksilem, dan floem.
Gambar 1. Pembagian daerah tepi, tengah
dan pusat pada penampang lintang rotan
Penyajian
ciri anatomi dapat dibedakan tergantung kepada data yang diperoleh dari berbagai
pustaka seperti ; Bhat dan Thulasidas (1993); Rachman (1996); SNI 01-7208
(Anonim, 2006), Krisdianto dan Jasni (2005); Rachman dan Jasni(2008); Damayan
dan Jasni (2010); dan jasni et.al (2007, 2010a,2010b).
2.1.2.3
Sifat Kimia
Komponen kimia rotan juga penting dalam menentukan
kekuatan dan keawetan rotan, Rachman (1996), melaporkan secara umum komposisi
kimia rotan terdiri dari holoselulosa (71%-76%), selulosa (39%-58%), lignin
(18%-27%), dan silika (0,54 5 -8%). Hasil peelitian terhadap kandugan beberapa
jenis rotan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data pengujian sifat Kimia rotan
No
|
Jenis Rotan
|
Holoselulosa
%
|
Selulosa
%
|
Lignin
%
|
Tanin
%
|
Pati
%
|
Nama daerah
|
Nama latin
|
1
|
Sampang
|
K. Junghunii Miq
|
71,49
|
42,89
|
24,41
|
8,14
|
19,62
|
2
|
Bubuay
|
P. Elongata Becc
|
73,84
|
40,89
|
16,85
|
8,88
|
23,57
|
3
|
Seuti
|
C. Ornatus Bl
|
72,69
|
39,19
|
13,35
|
8,56
|
21,82
|
4
|
Semambu
|
C. Scipionum Burr
|
70,07
|
37,36
|
22,19
|
-
|
21,35
|
5
|
Tretes
|
D. Heteroides Bl
|
72,49
|
41,72
|
21,99
|
-
|
21,15
|
6
|
Balubuk
|
C. Burchianus Becc
|
73,34
|
42,35
|
24,03
|
-
|
20,85
|
7
|
Batang
|
C. Zolineri Becc
|
73,78
|
41,09
|
24,21
|
-
|
20,61
|
8
|
Galaka
|
C. Spp
|
74,38
|
44,19
|
21,45
|
-
|
19,40
|
9
|
Tohiti
|
C. Inops Becc
|
74,42
|
43,28
|
21,34
|
-
|
18,57
|
10
|
Manau
|
C. Manan Miq
|
71,45
|
39,05
|
22,22
|
-
|
18,50
|
Sumber: Rachman (1996), Jasni et al. (1997
dan 1998), Jasni dan Supriana (1999)
Komponen kimia batang Rotan yang disajikan meliputi kadar selulosa,
lignin dan kadar pati. Penentuan kadar selulosa mengikuti prosedur SSI 0443-1981 (anonim, 1981),
lignin mengikuti prosedur SII -70-1979, (anonim 1979), informasi mengenai persentase komponen
kimia berpengaruh pada sifat-sifat batang rotan, misalnya semakin tinggi kadar
selulosa yang terdapat pada rotan maka keteguhan lenturnya semakin tinggi.
Lignin merupakan polimer phenolik
berbentuk amorf yang berfungsi
sebagai bahan perekat yang menyatukan serat. Penetapannya dilakukan berdasarkan
SNI 14-0492-1989 (Anonim, 1989). Lignin diduga dapat menentukan kekuatan pada
batang karena semakin tinggi kadar
lignin dalam rotan maka rotan makin kuat sehingga ikatan antar serat juga makin
kuat.
Kadar pati
merupakan kandungan zat pati di dalam batang rotan. Pati yang merupakan
cadangan karbohidrat pada tumbuhan tingkat tinggi, merupakan makanan utama bagi
serangga bubuk rotan kering sehingga semakin banyak kadarnya di dalam batang
rotan menjadikan rotan lebih mudah terserang oleh serangan bubuk rotan kering.
Penetapan kadar pati batang rotan dilakukan dengan metode Standar SII 070-1979
(Anonim, 1979).
Informasi mengenai
komponen kimia batang rotan mengacu pada beberapa hasil penelitian yaitu Tellu
(1992); Hadikusumo (1994); Rachman
(1996); Rachman dan Jasni (2008) dan
Jasni et.al (2007, 2010a, 2011 b).
2.1.2.4
Sifat Fisis Dan Mekanis
Sifat yang paling banyak mendapat perhatian dalam penggunaan rotan adalah
sifat fisik dan mekanis. Nilai hasil uji fisis dan mekanis beberapa jenis rotan
ialah asal Jawa, di antaranya berat jenis (BJ) 0,47 - 0,57, nilai kekuatan
(MOR) antara 421 - 834 kg/cm2, nilai kelenturan (MOE) antara 14.548 -22.000
kg/cm2. Berdasarkan penampakan secara visual, sifat fisis dan mekanis rotan
tercantum pada Tabel 2
Tabel 2. Data pengujian sifat fisis dan mekanis rotan
Jenis
|
Kadar air basah %
|
Kadar air udara %
|
BJ KU
|
MOE
(kg/cm²
|
MOR
(kg/cm²
|
Warna
|
Panjang ruas (cm)
|
Tinggi
Buku (cm)
|
Seuti
|
142,22
|
13,76
|
0,511
|
17.089
|
441,96
|
Putih
|
20,76
|
0,31
|
Balubuk
|
167,11
|
13,87
|
0,500
|
14.585
|
431,61
|
Putih
|
32,15
|
0,39
|
Karokok
|
137,17
|
14,10
|
0,470
|
15.423
|
453,12
|
Kuning
|
24,47
|
0,26
|
Seel
|
138,80
|
14,25
|
0,490
|
10.017
|
421,16
|
Kuning
|
37,20
|
0,23
|
Manau alam
|
105,00
|
-
|
0,550
|
19.800
|
734,00
|
Kuning
|
-
|
0,16
|
Sampang
|
84,32
|
18,19
|
0,580
|
22.00
|
834,00
|
Coklat
|
-
|
-
|
Sumber: Anonim (1999)
Sifat fisis yang dicantumkan berupa data kadar air kering udara dan berat
jenis batang rotan. Sedangkan sifat mekanis yang disajikan meliputi Modulus Of
Repture (MOR) Modulus Of Elasticity (MOE) dan keteguhan tarik sejajar serat,
yang merupakan nilai rata-rata keteguhannya dalam kondisi kering udara. Nilai
keteguhan diperoleh dari hasil pengujian contoh uji berukuran kecil yan bebas
cacat. Sifat mekanis merupakan salah satu sifat penting yang digunakan untuk
menduga kegunaan suatu jenis rotan. Selain hasil penelitian dan pengujian di
Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, data dan informasi
mengenai sifat fisis mekanis ini juga mengacu pada hasil penelitian Nasa (1989);
Hadikusumo (1994); Rachman (1996); SNI 01-7208
(Anonim,1999, 2006b); Rachman dan Jasni (2008) dan Jasni et.al (2007,
2010a, 2011b) Rachman (1996); SNI 01-7208
(Anonim,2006b); Rachman dan Jasni (2008) dan Jasni et.al (2007, 2010a,
2011b).
Karakteristik fisis dan mekanis rotan tertera didalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-7208-2006. Dalam Tabel 2 disajikan nilai rata-rata keteguhan
rotan dalam kondisi kering udara. Nilai keteguhan diperoleh dari hasil
pengujian contoh uji ukuran kecil yang bebas cacat. Nilai sifat mekanis yang
disajikan meliputi Modulus of Rupture (MOR) yaitu tegangan pada batas maksimum
dan Modulus of Elasticity (MOE) yaitu perbandingan antara tegangan dan regangan
yang berlaku sepanjang garis elastis. Pada Tabel 3 diberikan contoh karakteristik
fisis dan mekanis rotan yang dipakai pada nomor 7 di dalam (SNI) 01-7208-2006. Rotan
yang akan dipakai diambil dari desa Bijeli kecamatan Noemuti, Kabupaten TTU
adalah jenis rotan Pelah atau Bulu rusa, berikut adalah karakteristik fisis dan
mekanis rotan pelah atau bulu rusa.
Tabel
3. Karakteristik Fisis dan Mekanis Rotan
No
|
Jenis Rotan
|
Sifat
|
Kegunaan
|
Anatomis
|
Kimia
|
Fisis-Mekanis
|
7.
|
Bulu Rusa
(Daemonorops beguinii Burr)
|
Ikatan pembuluh
23 %
Sklerenkim 41%
Parenkim 35%
P sel serabut
1180 µm
T dinding sel
serabut 5,36 µm
|
Selulosa 50,86%
Lignin 22,39%
|
BJ- 0,39%
MOR 369
kg/cm²
Warna kuning
mudah kusam
d 7-18mm
|
Pembuatan
kerangka mebel dll
|
Sumber Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7208-2006
2.1.2.5 Kadar Air
Kadar air (KA) rotan adalah
jumlah air yang terkandung dalam rotan dengan berat rotan kering tanur dan
dinyatakan dalam persen. Pada risalah ini, kadar air yang digunakan adalah
kadar air kering udara yang dihitung berdasarkan perbandingan berat rotan pada
kondisi kering udara dengan berat kering tanur. Untuk menghitung kadar air
secara teliti harus dilakukan di laboratorium dengan menggunakan timbangan dan
oven. Besarnya kadar air rotan dihitung menurut rumus:
KETERANGAN
BKU:
Berat Kering Udara
BKT
: Berat Kering Tanur
2.1.2.6
Berat Jenis
Berat jenis
(BJ) adalah perbandingan antara berat dan volume rotan dengan perbandingan
berat dan volume air, dihitung menurut rumus :
KETERANGAN
Br : Berat Rotan
Vr : Volume Rotan
Ba : Berat Air
Va : Volume Air
2.1.2.7
Kuat
Lentur (MOR)
Kuat Lentur merupakan ukuran
kemampuan suatu bahan menahan lentur (Beban) yang bekerja tegak lurus sumbu
memanjang serat di tengah-tengah bahan yang di tumpu pada kedua ujungnya tanpa
terjadi perubahan bentuk yang tetap. Kuat Lentur dapat dibedakan menjadi 2
(dua) macam, yaitu kuat Lentur statik dan kuat Lentur pukul. Kuat Lentur statik
menunjukkan kekuatan rotan dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan,
sedangkan kuat Lentur pukul adalah kekuatan rotan dalam menahan gaya yang
mengenainya secara mendadak. Balok rotan yang terletak pada dua tumpuan atau
lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung / melentur. Pada bagian
sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi
tegangan tarik yang besar.
Kekuatan Lentur Statis Rotan
adalah ukuran kemampuan rotan menahan beban yang menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk. Pada pengujian lentur statis diperoleh besaran MOE dan MOR.
Pengujian dilakukan dengan cara memberikan beban statis di tengah bentang
contoh uji dengan jarak sangga tertentu menggunakan mesin uji UTM seperti pada
Gambar 2. Kedua besaran itu diperoleh dari grafik hubungan tegangan dengan
regangan atau hubungan beban dengan defleksi seperti pada Gambar 3
Gambar
2..Pembebanan pada pengujian lentur statik (a)
Gambar
3. Grafik hubungan beban dan kelengkungan (b)
MOE dan MOR dinyatakan dalam
kg/cm² dihitung menurut rumus dari ASTM D 143 – 94 yang telah dimodifikasi
(Rachman, 1996) sebagai berikut:
0,424 Pe³
MOE =
(kg/cm²)
D Fe
|
Keterangan:
Pe
= Beban elastis (kg)
Fe
= Defleksi elasttis (cm)
1,273 P L
MOR =
(kg/cm²)
D³
|
P = Beban Maksimum (kg)
D
= Diameter Rotan (cm)
L
= Jarak Sangga (cm)
2.1.2.8
Kuat Tarik Sejajar Serat
Kekuatan tarik sejajar serat
rotan adalah ketahanan batang rotan dalam menahan beban tarik terutama pada
rotan berdiameter kecil yang digunakan sebagai komponen mebel yang mengalami
tarikan seperti landasan tempat duduk, sandaran, pengikat dan lain-lain.
Pengujian dilakukan dengan
cara memberikan gaya tarik pada rotan seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Bentuk contoh uji kuat tarik sejajar serat
Kekuatan tarik
sejajar serat rotan dihitung menurut rumus:
Kekuatan tarik
sejajar serat (kg/cm²) =
Keterangan
P = Beban Tarik Maksimum (kg);
A = Luas bidang Tarik = d.t
(cm²);
t = Tebal bidang tarik = 3mm;
d = diameter Rotan (cm);
R = jari-jari Takik = 5d + 3mm
Data dan informasi sifat
fisis dan mekanis rotan diperoleh dari pengujian di laboratorium pustekolah dan
informasi yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dipublikasikan
seperti Hadikusumo (1994), Rachman dan Jasni (2008) dan Jasni et.al
(2007,2010a, 2011b).
2.2.PENELITIAN
YANG RELEVAN
Ada beberapa hasil
penelitian yang relefan dengan penelitian yang dilaksanakan. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
pengembangan terhadap penelitian yang dilaksanakan.
Penelitian
Darius, (2004) dari hasil
penelitian yang telah dilakukan bahwa balok yang menggunakan tulangan rotan memiliki nilai kuat lentur
sebagai berikut; rotan bagian pangkal dengan Ø 12mm memiliki nilai kuat lentur
rata-rata terjadi pada umur 28 hari sebesar 125 kg/cm², rotan pada bagian
tengah memiliki nilai kuat lentur pada umur 28 hari sebesar 113 kg/cm², dan
perbandingannya dengan besi beton ialah memiliki kuat lentur rata-rata pada
umur 28 hari sebesar 155 kg/cm², dan dinyatakan bahwa semua kelenturannya
memenuhi syarat.
Penelitian
Victor Harison tentang Karakteristik Pull-Out
Resistance Tulangan Rotan Sebagai Perkuatan pada tanah pasir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji
seberapa besar tahanan cabut rotan sebagai perkuatan dalam struktur tanah
bertulang pada berbagai tingkat perubahan kadar air, dan gaya normal yang
diberikan diatasnya. dan hasilnya adalah sebagai berikut;
Berdasarkan hasil pengujian standar Proctor didapat nilai kadar air optimum
(w) pada 15% dengan nilai berat volume kering maksimum (γdmaks) sebesar 1,695
gr/cm. Jika perkuatan longitudinal ditinjau terhadap penambahan tegangan normal
yang bekerja saat dilakukan pengujian, maka tahanan gesek tulangan rotan akan
bernilai semakin tinggi saat kadar air tanah pasir berada pada kondisi
optimum (15%) dengan catatan bahwa penambahan tegangan
normal telah mencapai 0,05 kg/cm2 ketika dilakukan pengujian
dilaboratorium. Jika perkuatan longitudinal ditinjau terhadap
perubahan kadar air pada tanah pasir saat dilakukan
pengujian, maka tahanan gesek tulangan rotan akan bernilai semakin t inggi saat
penambahan tegangan normal telah mencapai 0,05 kg/cm 2 yang hanya
terjadi pada saat kondisi kadar air tanah pasir optimum (15%). Pada
pengujian perkuatan transversal didapat nilai tahanan dukung maksimum per
satuan luas tulangan rotan dengan kondisi kadar air tanah
pasir 13%, 15%, dan 16,5% berturut turut sebesar 4,59 kg/cm2 (Δsv =
0,025 kg/cm2 ; tulangan patah); 4,795 kg/cm2 (Δs =
0,05 kg/cm2 ; tulangan patah); dan 4,241
kg/cm2 (Δsv =
0,025 kg/cm2 ; tulangan patah) dengan regangan yang
terjadi berturut-turut sebesar 0,5%; 11,2%; dan 16,2%. Jika nilai tahanan dukung
maksimum per satuan luas tulangan rotan ditinjau terhadap penambahan
tegangan normal yang bekerja saat dilakukan pengujian, maka tahanan dukung
per satuan luas tulangan rotan akan bernilai paling tinggi saat kadar air tanah pasir
berada pada kondisi sisi basah optimum (16,5%) dengan pertimbangan mengambil nilai
paling maksimum dimana tulangan rotan tidak mengalami patah sebesar 3,422 kg/cm2.
Rencana peneliatian dari Peneliti (2015) tentang “Perilaku Mekanik Balok
Dengan Tulangan Rotan Pada Pengujian Lentur Beton bertulang” diameter besi dan
rotan yang akan digunakan adalah Ø10mm,
hal ini terjadi karena diameter rotan yang ada dan akan digunakan tidak ada
yang lebih kecil dari Ø10mm. Disini peneliti akan melakukan pengujian dengan 3
benda uji masing-masing benda uji akan dicetak 3 buah. Yaitu sebagai berikut:
melakukan uji kuat lentur dengan menggunakan (100% tulangan besi baja), (50%
tulangan besi baja; 50% tulangan rotan), (25% tulangan besi baja; 75% tulangan
rotan), dan hasilnya akan dilampirkan setelah peneliti melakukan pengujian.
2.3.LANDASAN TEORI
1. Beton dan beton bertulang
Beton adalah campuran antara semen portland atau
semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau
tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat (SK SNI 03-2847-2002). Sedangkan
beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan
yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa
prategang dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja
sama-sama dalam menahan gaya yang bekerja sama-sama dalam menahan gaya yang
bekerja (SK SNI 03-2847-2002). Kadang-kadang dalam pencampuran ditambahkan
bahan lain (additif) yang masih
plastis pada perbandingan tertentu sampai menjadi satu kesatuan yang homogen.
Kemudian dengan penambahan secukupnya bahan perekat semen dan air sebagai bahan
pembantu guna reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton
bertulang berlangsung.
Beton akan meningkat kekuatannya seiring dengan
bertambahnya umur. Yang dimaksud dengan umur disini dihitung sejak beton
dibuat. Kenaikan beton mula-mula cepat yaitu antara umur 1 hari sampai 28 hari akan
tetapi semakin lama kenaikan kekuatannya menjadi semakin lamban. Oleh karena
itu sebagai standar kekuatan beton dipakai kekuatan beton pada umur 28 hari.
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan
dengan kuat teriknya. Nilai kuat tarik beton hanya berkisar antara 9-15 % kuat
tekannya. Pada penggunaannya sebagai bahan bangunan, umumnya beton diperkuat
dengan batang tulangan baja atau bahan lain sebagai bahan yang dapat bekerja
sama dengan mampu membantu kelemahan beton yaitu pada bagian yang menahan gaya
tarik. Beton keras yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air,
tahan aus, dan kembang susutnya kecil ( Tjokrodimulyo 1996; 2).
Beton
bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting. Beton
bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir struktur, besar maupun
kecil – bangunan jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding penahan tanah,
terowongan, jembatan yang melintasi lembah (Viaduct)
drainase serta fasilitas irigasi, tangki, dan sebagainya.
Sebagai
bahan konstruksi beton juga memiliki kelebihan dan kekurangan (Tjokrodimulyo
1996;2) antara lain sebagai berikut:
a.
Kelebihan Beton Sebagai bahan konstruksi adalah:
1)
Beton mampu menahan gaya tekan dengan baik, serta mempunyai sifat tahan
terhadap korosi dan pembusukan oleh kondisi lingkungan.
2)
Beton segar dapat dengan mudah dicetak sesuai dengan keinginan. Cetakan
dapat pula dipakai berulang kali sehingga lebih ekonomis.
3)
Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan bahan lain.
4)
Beton bertulang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan
merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan dengan
air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang-batanf
struktur dengan ketebalan pentup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan
hanya mengalami kerusakan pada permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.
5)
Struktur beton bertulang sangat kokoh.
6)
Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
7)
Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat
panjang dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat digunakan
sampai kapanpun tanpa kehilangan kemampuannya untuk menahan beban. Ini dapat
dijelaskan dari kenyataannya bahwa kekuatan beton tidak berkurang dengan
berjalannya waktu bahkan semakin lama semakin bertambah dalam hitungan tahun
karna lamanya proses pemadatan pasata semen.
8)
Disebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah
(pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan
tulangan baja yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.
9)
Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton bertulang
lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti struktur baja.
b.
Kekurangan beton sebagai bahan konstruksi antara lain:
1)
Beton dianggap tidak mampu menahan gaya tarik sehingga mudah retak oleh
karena itu perlu diberi baja tulangan atau bahan lain sebagai penahan gaya
tarik.
2)
Beton keras menyusut dan mengembang apabila terjadi perubahan suhu sehingga
perlu dibuat dilatasi (expansion joint)
untuk mencegah terjadinya retakan-retakan akibat terjadinya perubahan suhu.
3)
Untuk mendapatkan beton kedap air secara sempurna, harus dilakukan dengan
pengerjaan yang teliti.
4)
Beton bersifat getas ( tidak daktail) sehingga harus dihitung dengan teliti
secara seksama.
2.
Kuat Tekan Beton
Kuat
tekan suatu material merupakan kemampuan material dalam menahan beban atau gaya
mekanis sampai terjadinya kegagalan (failiure)
persamaan untuk kuat tekan adalah sebagai berikut:
Kuat
tekan (P) =
.............. N/mm² (SNI
03-1974-1990)
Dimana:
F= Beban Maximum (kg)
A= Luas bidang permukaan (cm)
Beton
harus dirancang proporsi campurannya dengan baik agar menghasilkan suatu kuat
tekan rata-rata yang diisyaratkan. Beton yang baik adalah bila beton itu
memiliki kuat tekan tinggi. Dengan kata lain mutu beton ditinjau hanya dari
kuat tekannya saja (Tjokrodimulyo, 1996:39), kuat hancur antara 20 sampai
dengan 50 N/mm² pada umur 28 hari bias diperoleh dilapangan bila pengawasan
pekerjaan baik.
Ada
beberapa faktor air semen yang mempengaruhi kekuatan beton yaitu:
a.
Faktor Air Semen (FAS) dan kepadatan
Fungsi dari FAS yaitu:
-
Memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya
pengerasan
-
Sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, semen agar lebih muadah dalam
pencetakan beton
b.
Umur Beton
Kuat
tekan beton akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton tersebut
(perbandingan kuat tekan pada berbagai umur, PBI 1971)
c.
Jenis dan jumlah semen
Jenis
semen berpengaruh terhadapm kuat tekan beton sesuai dengan tujuan
pengguanaannya. Jenis-jenis semen dapat sesuai dengan SK SNI M- 106-1990-03
tentang “metode pengujian berat jenis semen portland”.
d.
Sifat Agregat
Pada
agregat dengan permukaan kasar akan terjadi ikatan yanmg baik antara pasta
semen dengan agregat tersebut. Kekerasan agregat kasar dan gradasi agregat yang
baik dapat menghasilkan beton yang baik pula.
3.
Kuat Lentur Beton
Kuat lentur
beton merupakan suatu syarat perencanaan dalam suatu konstruksi, kekuatan
lentur beton dapat ditentukan dengan rumus menurut departemrn pekerjaan umum
(DPU), 2003:
3.P.L
Fit
= = kg/cm²
2.b.d²
|
Dimana : F ʺ= kuat lentur
beton (kg/cm²)
P = Beban yang bekerja pada balok (kg)
L
= panjang bentangan (cm)
b
= lebar balok (cm)
d
= tinggi balok (cm)
Menurut PBI’ 1971 Beton dibagi
dalam kelas dan mutu pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Kelas dan Mutu Beton
Kelas Beton
|
Mutu Beton
|
Kuat Tekan beton
(kgf/cm²
|
Tujuan Pemakaian Beton
|
I
|
Bo
|
50-80
|
Non Struktural
|
II
|
Bi
K125
K175
K225
|
100
125
175
225
|
Rumah tinggal
Perumahan
Perumahan
Perumahan dan bendungan
|
III
|
K>225
|
>225
|
Jembatan
Bangunan tinggi terowongan kereta api
|
(Sumber PBI’ 1971)
1.
Bahan-bahan penyusun beton bertulang
a.
Semen
Semen merupakan bahan ikat yang penting
dan banyak digukanakan dalam pembangunan fisik disektor konstruksi sipil. Jika
ditambah air, semen, akan menjadi pasta semen, akan menjadi mortar, sedangkan
jika digabungkan dengan agregat kasar dan menjadi campuran beton segar yang
setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).
Semen semen berfngsi untuk mengikat agregat halus, agregat
kasar dan air menjadi satu kesatuan atau dengan kata lain semen berfungsi
sebagai perekat bahan susun beton. Dalam hal ini semen yang dipakai adalah
semen Portland yang berfungsi sebagai
bahan pengikat hidrolis yang artinya semen akan berfungsi atau mengeras bila
telah bereaksi dengan air. Menurut standar industri indonesia, defenisi semen Portland adalah semen hidrolis yang
dihasilkan dengan cara menghaluskan Klinker
yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalium yang bersifat hidrolis,
dimana di dalamnya juga telah dicampurkan gipsum dalam takaran (dosis) tertentu. Variasi dan komposisi dari komponen karakteristik bahan semen
akan menentukan type semen.
Fungsi
semen ialah untukmengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa
padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat atau dengan
kata lain semen berfungsi sebagai bahan perekat susunan beton.
Menurut
SNI 15-2049-1994 semen portland diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu:
Ø Tipe I, Semen portland yang dalam
penggunaannya tidak memerlukan persyratkan khusus seperti jenis-jenis lainnya.
Digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus.
Ø Tipe II, Semen portland yang
dalam penggunaannya memerlukan katahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi
sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus
berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang bertahan
didalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat) dan saluran air
buangan atau bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa.
Ø Tipe III, Semen portland yang
dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan
setelahb pengikatan terjadi. Semen jenis ini digunakan pada daerah yang
bertemperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai musim dingin (winter season).
Ø Tipe IV, Semen Portland yang
dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah, digunakan untuk
pekerjaan-pekerjaan yang besar dan masif, umpamanya untuk pekerjaan bendung,
pondasi berukuran besar atau pekerjaan besar lainnya.
Ø Tipe V, Semen Portland yang dalam
penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan
unbtuk bangunan yang berhvungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan
yang terkena pengaruh gas atau uap kimia yang agresif serta untuk bangunan yang
berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam presentase yang
tinggi.
b.
Agregat
Dalam
SK SNI 03-2847-2002 agregat didefenisikan sebagai material granuler, misalnya
pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar yang dipakai bersama-sama
dengan media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidraulik.
Kandungan agregat dalam campuran beton
biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 70%-75% dari volume beton. Untuk
mencapai kuat beton yang baik perlu diperhatikan kepadatan dan kekerasan
massanya karena umumnya semakin padat dan keras massa agregat akan makin tinggi
kekuatan dan Durabiility-nya ( daya
tahan terhadap penurunan mutu akibat pengaruh cuaca).
Untuk
membentuk massa padat diperlukan susunan garadasi butiran agregat yang baik.
Disamping bahan agregat harus mempunyai cukup kekerasan, sifat kekal, tidak
bersifat reaktif terhadap alkali, dan tidak mengandung bagian-bagian kecil
(<70 micron) atau lumpur. Nilai kuat beton
yang dicapai sangat ditentukan oleh
mutu agregat ini. Indeks yang dipakai untuk ukuran kehalusan dan
kekasaran butir agregat ditetapkan dengan modulus halus butir.
1.
Agregat Halus (Pasir)
Agregat
halus adalah hasil alam sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh
industri pemecah batu daan mempunyai ukuran butir terbesar 5.0 mm atau lolos
saringan nomor 4 dan tertahan pada saringan nomor 200. Pasir tidak boleh
mengandung lumpur lebih dari 5 %, maka pasirnya harus dicuci. Lumpur pada pasir
dapat menghalangi ikatan dengan pasta semen. Selain itu agregat halus ini tidak
boleh mengandung zat-zat organik yang merusak beton. Kegunaannya adalah untuk
mengisi ruangan antara butir agregat kasar dan merupakan kelecakan.
Pasir
yang disyaratkan menurut SK SNI 04-1989-F adalah sebagai berikut:
Ø Butirannya tajam, kuat dan keras
Ø Bersifat kekal, tidak pecah, dan
hancur karna pengaruh cuaca.
Ø Agregat halus tidak mengandung
lumpur lebih dari 5 % apabila lebih dari
5% maka harus dicuci
Ø Harus mempunyai variasi besar
butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit.
Ø Tidak boleh mengandung garam
2.
Agregat kasar (kerikil)
Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari
deintegrasi ‘alami’ dari batuan alam atau berupa batu pecah yang diperoleh dari
industri pemecah batu (stone crusher) dengan
ukuran butiran antara 5mm – 40 mm. Agregat kasar dinamakan kerikil kricak, batu
pecah atau split.
Agregat
kasar harus terdiri dari butir-butiran yang keras, dan tidak berpori. Agregat
kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya boleh dipakai apabila jumlah
butir-butir pipih tersebut tidak lebih dari 20% dari agregat seluruhnya.
Agregat harus memenuhi syarat kebersihat yaitu, tidak mengandung lumpur lebih
dari 1%, dan tidak mengandung zat-zat organik yang dapat merusak beton.
Beberapa
faktor dalam menentukan jenisagregat kasar yang akan dipakai:
Ø Gradasi mempengaruhi kekuatan
Ø Kadar air, mempengaruhi
perbandingan air semen
Ø Kebersihan mempengaruhi kekuatan
dan keawetan.
Agregat yang
digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm.
Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil
lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah,
bronjong atau bendungan dan lainnya.
c.
Air
Air merupakan ,bahan dasar pembuat beton yang sangat
penting. Didalam campuran beton air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama,
untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya
pengerasan, dan yang kedua, sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat
agar mudah dan dapat dipadatkan.
Dalam
pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sesuai dengan SK SNI 03
– 2847 – 2002 yaitu sebagai berikut :
1.
Air
yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau
bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2.
Air
pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya
tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat,
tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
3.
Air
yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan
berikut terpenuhi:
a)
Pemilihan
proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan
air dari sumber yang sama.
b)
Hasil
pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan
dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya
sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat
diminum.
d.
Rotan Pelah/ Bulu
Rusa (Daemonorops rubra)
Pada
eksperimen kali ini rotan yang akan digunakan sebagai bahan untuk komposit
balok rotan beton adalah rotan yang berasal dari desa Bijeli, kecamatn Noemuti
kabupaten TTU yaitu Rotan pelah/ bulu rusa (daemonorops
rubra). Rotan pelah atau bulu rusa termasuk dalam rotan yang tumbuh
berumpun.
Rotan
ini tumbuh berumpun, memanjat sampai ketinggian ± 11m. Diameter batang dengan
pelepah 3,5 cm. Pelepah daun warna hijau ditutupi duri pipih berwarna hijau
muda kekuningan, panjang duri ± 5 cm, tersusun seperti sisir. Panjang daun
mencapai 3,5 m, tangkai daun sampai 85 cm. Anak daun berukuran 40-53cm x 2-4
cm, tersusun menyirip tak teratur. Rotan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5. A.Pohon Rotan, B. Pelepah, C. Daun Rotan Pelah
Diambil Tanggal 07-04-2015
Gambar 6 .
Bentuk batang rotan pelah Diambil
Tanggal 07-04-2015
2.4.Alur Penelitian
Persiapan
Bahan
-
Material beton
-
Material Rotan
|
Adapun proses penelitian yang dilakukan
terlihat dalam alur penelitian seperti berikut :
Perawatan
Benda Uji
Balok beton berukuran 100x150x600 mm
Dengan masing-masing perlakuan direndam di dalam air selama 28 hari
|
Pembuatan
Benda Uji
Balok beton berukuran 100x150x600 mm
Perlakuan I
100% Tulangan Baja
Perlakuan II
50% Tulangan Baja, 50% Tulangan Rotan
Perlakuan III
25% Tulangan Baja, 75% Tulangan Rotan
|
Pengujian
Bahan
-
Pengujian agregat halus
-
Pengujian agregat kasar
|
Pengujian
kapasitas lentur balok
|
Gambar 7. Alur Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui seberapa besar kuat
lentur balok beton bertulang dari rotan jika dibandingkan dengan beton
bertulang baja.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yamg digunakan adalah penelitian
kuantitatif menggunakan desain eksperimen yaitu jenis desain yang dipakai untuk
mencari tahu perlakuan tertentu yang hasil pengjiaannya disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik.
3.3
Waktu Dan Tempat Penelitian
3.3.1
Waktu Penelitian
Penelitian ini akan berlangsung
selama 1 bulan dimulai dari bulan september sampai dengan oktober 2015
3.3.2
Tempat Penelitian
a.
Tempat pengambilan rotan
Tempat pengambilan bahan rotan yamg dipakai sebagai
benda uji penelitian yaitu di desa Bijeli, kecamatan Noemuti, kabupaten Timor
Tengah Utara.
b.
Tempat pembuatan benda uji
Proses pembuatan benda uji dilakukan dilingkungan
Laboratorium Pekerjaan Umum Propinsi NTT, pada daerah yang terlindung dari
sinar matahari langsung.
c.
Tempat Pengujian
Proses pengujian akan
dilaksanakan Laboratorium Pekerjaan Umum Propinsi NTT.
3.4 Benda Uji Penelitian
Penelitian
ini menggunakan rotan sebagai bahan pengganti tulangan baja dalam pembuatan
beton bertulang. Digunakan rotan yang berasal dari desa Bijeli kecamatan
Noemuti kabupaten TTU dengan memanen rotan yang sudah tua atau sudah masak
(siap tebang). Berdasarkan tata cara SNI-03-2493-2011 tentang metode pembuatan dan
perawatan bcnda uji beton Di laboratorium yang berlaku untuk balok uji lentur
dengan panjang balok empat kali tebal/ tinggi balok, tinggi/ lebih besar dari lebar balok untuk tinggi
balok 150mm. Dari
dimensi dibawah ini maka 4 x tebal balok= 4 x 150 mm =600 mm maka panjang balok rencana
adalah 600 mm/ = 60 cm
Gambar 8. penampang
balok
3.4.1
Bahan yang digunakan
1.
Agregat halus yang digunakan ialah pasir yang diambil dari
Takari kabupaten Kupang
2.
Semen Kupang Kemasan 40 kg/ zak
3.
Air dari tempat PDAM kota Kupang
4.
Agregat kasar yang digunakan adalah kerikil yang dibawa dari
Sumlili kecamatan kupang timur kabupaten Kupang.
5.
Rotan yang digunakan berasal dari desa Bijeli kecamatan
Noemuti kabupaten TTU
Rotan yang dipanen untuk digunakan adalah rotan yang
sudah masak tebang dengan ciri-ciri bagian bawah batang
sudah tidak tertutup lagi oleh daun kelopak atau selundang, sebagian daun sudah
mengering, duri dan daun kelopak sudah rontok. Pemanenan rotan dilakukan dengan
cara mencari rotan yang masak tebang, kemudian menebang pangkal rotan dengan
pengkaitnya setinggi 10 sampai 50 cm, kemudian dengan pengait batang ditarik
agar terlepas dari pohon penopangnya. Rotan yang telah dipanen kemudian
dibersihkan dari daun dan duri serta dipotong-potong menurut ukuran yang
diinginkan lalu dikeringkan ± lima bulan
(April-september).
3.4.2
Prosedur Pengujian
3.4.2.1
Perencanaan pencampuran beton
Campuran beton direncanakan
sedemikian rupa berdasarkan standar yang telah ditetapkan untuk mendapatkan
komposisi komponen (unsur) beton basah dengan ketentuan kekuatan tekan
karakteristik dan slump rencana.
Rencana benda uji kuat
lentur beton dengan menggunakan rotan dan besi beton dalam penelitian ini
adalah balok beton bertulang hasil cetak dengan menggunakan empat benda uji
yaitu; (100% tulangann besi beton), (50% tulangan besi boton 50% tulangan
rotan), (25% tulangan besi beton 75% tulangan rotan). Dengan dimensi 100 mm x 150 mm x 600 mm. Untuk pengujian kuat
lentur beton akan dibuat sampel sebanyak 9 buah dengan tiga perlakuan dan
masing- masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan perbandingan sebagai
berikut:
Tabel
5. Rancangan Benda Uji kuat lentur beton dengan
menggunakan rotan dan besi beton.
N
o
|
Benda
Uji
|
Panjang Bentang (cm)
|
lebar
(cm)
|
Tinggi (cm)
|
Jlh
|
Ø
|
Perbandingan benda uji
|
1
|
|
60
|
10
|
15
|
3
|
10
|
100% tulangan baja
|
2
|
|
60
|
10
|
15
|
3
|
10
|
50% tulangan baja
50% tulangan Rotan
|
3
|
|
60
|
10
|
15
|
3
|
10
|
25% tulangan baja
75% tulangan rotan
|
3.4.3
Pembuatan Benda Uji Balok
Setelah campuran beton disiapkan maka campuran campuran beton tadi dituangkan
ke cetakan balok yang telah disiapkan. Campuran dituangkan 1/3 bagian pertama,
kemudian ditusuk-tusuk agar tidak terjadi pemisahan agregat (segregasi). Kemudian dituangkan lagi 1/3
bagian kedua dan ditusuk-tusuk. Lalu tuangkan lagi bagian terakhir dan ditusuk
- tusuk. Kemudian permukaannya diratakan.
3.4.4
Setting up pengujian lentur balok
Alat yang
digunakan untuk pengujian kuat lentur
adalah Floxural Testing Machine (FTM). Pengujian dilakukan dengan meletakan benda uji pada dua tumpuan, kemudian diberi
beban terpusat tegak lurus terhadap sumbu balok, jarak beban terpusat ini
sebesar L/3 dari masing-masing tumpuan. Kemudian jalankan mesin uji dengan
kecepatan pembebanan konstan sebesar 35
kg/det. Pencatatan dilakukan pada beban maksimum hingga balok runtuh.
Gambar 9. Setting up pengujian lentur balok
Gambar 10. Setting up
pengujian lentur balok
3.4.5
Pengujian
3.4.6
Pengujian Kuat Lentur
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan SNI
03-4154-1996. Metode pengujian kuat
lentur beton dengan balok uji Sederhana yang dibebani terpusat langsung,
sebagai berikut:
a.
Ambil benda uji yang akan ditentukan kuat lenturnya dari bak
perendam kemudian bersihkan dari kotoran yang menempel.
b.
Tentukan berat dan ukurlah luas benda uji.
c.
Balok uji diletakan simetris di atas kedua balok
tumpuan dengan kedua sisi samping bidang bekas cetakan sebagai bidang atas dan
bidang bawah.
d.
Balok bebam diletakan tepat di tengah-tengah antara kedua balok
tumpuan pada posisi sejajar.
e.
Balok beban diturunkan perlahan-lahan sampai menempel pada
bidang atas balok dan memberikan beban sebesar 3 % sampai dengan 6% beban
maksimum yang diperkirakan dapat dicapai
f.
3.P.L
Fit =
=
kg/cm²
2.b.d²
|
Perhitungan
Kuat Lentur Beton
Dimana;
Fit = Kuat
Lentur beton (Mpa)
P = Beban
yang bekerja pada balok (kg)
L = Panjang
Bentangan (cm)
b = Lebar
Balok (cm)
d = Tinggi
Balok (cm)
3.5 Jenis Data
3.5.1
Data Primer
Data primer untuk penelitian ini di peroleh dari hasil pengujian di
laboraturium, seperti kuat lentur beton bertulang dan pola kehancuran
3.5.2
Data Sekunder
Data sekunder untuk penelitian ini diambil dari
literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini berupa pedoman
pengujian alat dan 7 bahan serta buku-buku pedoman lainnya.
3.6 Teknik Pengumpulan data
3.6.1
Dokumentasi bahan dan alat
Dokumentasi dipakai untuk memperoleh data-data dalam
bentuk foto atau gambar yang mendukung penelitian ini, berupa bentuk, karakter,
kekerasan atau kekuatan, penyusunan dan kondisi agregat halus, agregat kasar,
benda uji beton selama proses pengujian dan peralatan-peralatan yang dipakai
dalam pengujian.
3.6.2
Teknik Observasi
Teknik pengambilan data melalui pengamatan secara
langsung dan data objek ini berupa material dan proses pembuatan campuran
beton.
3.6.2.1
Uji Persyaratan Data
Pemeriksaan Bahan
Persiapan dan pemeriksaan bahan
penyusun beton bertulang rotan dilakukan
di Laboraturium Dinas Pekerjaan Umum Propinsi NTT. Pemeriksaan meliputi :
-
Semen
-
Agregat Halus
-
Agregat Kasar
-
Air
-
Rotan
3.6.2.2
Uji Statistik
Uji
statistik yang digunakan untuk menganalisis data pengujian dalam penelitian ini
adalah analisis ragam (ANOVA). Analisis varians (Analysis of Variance)
atau ANOVA adalah prosedur statistika untuk mengkaji (mendeterminasi) apakah
rata-rata hitung (mean) dari 3 populasi atau lebih, sama atau tidak.
Uji
hipotesis dengan ANOVA digunakan, setidaknya karena beberapa alasan berikut:
1.
Memudahkan analisa atas beberapa kelompok sampel yang berbeda
dengan resiko kesalahan terkecil.
2.
Mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata (μ) antara kelompok sampel
yang satu dengan yang lain.
3.
Analisis varians relatif mudah dimodifikasi dan dapat
dikembangkan untuk berbagai bentuk percobaan yang lebih rumit.
Perhitungan
ANOVA untuk menganalisis data hasil penelitian dalam penelitian ini dilakukan secara manual menggunakan Microsoft
Excel 2013 dan menggunakan SPSS IBM versi .21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Pengujian Material
4.1.1.
Pengujian Agregat Halus
Pemeriksaan terhadap agregat halus (pasir) dilakukan agar komposisi
agregat yang tepat dapat ditentukan sehinga mutu beton yang diinginkan dapat
tercapai. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui
kesalahan ataupun kebenaran dalam perencanaan, pelaksanaan campuran samapai
pada hasil kekuatan tekan ataupun kekuatan lentur yang diperoleh.
Banyaknya penggunaan agregat halus berdasarkan hasil analisis saringan
dan presentase gradasi butiran yang lolos ayakan mengacu pada standar
pemeriksaan SNI-03-1968-1990, seperti tertera dalam lampiran ... hasil analisis
saringan menunjukan dari berat benda uji (Bahan Kering) 1992 gram, setelah
diayak terlihat bahwa persentase lolos saringan kumulatif agregat butir untuk agregat seperti ini
memenuhi syarat.
Tabel 6. Pengujian
Analisis Saringan Agregat Halus (SNI 03 - 1968 – 1990)
Ukuran Lubang Ayakan (mm)
|
Berat Tertahan
|
Barat Benda Uji
|
|
|
|
A
|
|
=
|
1596
|
gram
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
B
|
|
=
|
1676
|
gram
|
|
|
|
|
|
A
|
B
|
Persen Tertahan
|
Persen Lolos
|
Rata -Rata
|
A
|
B
|
A
|
B
|
Persen Tertahan
|
Persen Lolos
|
20
|
-
|
-
|
-
|
-
|
100
|
100
|
-
|
100
|
10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
100
|
100
|
-
|
100
|
4,8
|
-
|
-
|
-
|
-
|
100
|
100
|
-
|
100
|
2,4
|
176
|
162
|
11,03
|
9,67
|
88,97
|
90,33
|
10,35
|
89,65
|
1,2
|
544
|
601
|
34,09
|
35,86
|
65,91
|
64,14
|
34,97
|
65,03
|
0,60
|
824
|
916
|
51,63
|
54,65
|
48,37
|
45,35
|
53,14
|
46,86
|
0,30
|
1237
|
1389
|
77,51
|
82,88
|
22,49
|
17,12
|
80,19
|
19,81
|
0,15
|
1478
|
1595
|
92,61
|
95,17
|
7,39
|
4,83
|
93,89
|
6,11
|
0.075
|
1553
|
1623
|
97,31
|
96,84
|
2,69
|
3,16
|
97,07
|
2,93
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
(Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium)
Pengujian dilakukan di
laboratorium pengujian Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan
menggunakan material pasir alam yang berasal dari Takari. Analisis saringan
Setelah melakukan pengujian didapat hasil pengujian yang disajikan dalam Tabel 7
Tabel 7. Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis
Pengujian
|
Hasil
Pengujian
|
Spesifikasi
|
Keterangan
|
Berat
Jenis
-
Bulk
-
SSD
-
APP
Penyerapan
Air
|
2,58
2,65
2,77
2,70%
|
2,58 –
2,85
sda
sda
2 – 7%
|
Memenuhi
syarat
sda
sda
Memenuhi
syarat
|
Modulus
Halus Butir
|
3,60%
|
1,5 –
3,8%
|
Memenuhi
syarat
|
Berat Isi
|
1,69
gram/cm³
|
1,4 – 1,9
gram/cm³
|
Memenuhi
syarat
|
Kadar Air
|
2,82%
|
3 – 5%
|
Tidak
memenuhi syarat
|
Kadar
Lumpur
|
3,50%
|
Maks. 5%
|
Memenuhi
syarat
|
(Sumber : Hasil Pengujian
Laboratorium)
Untuk hasil pengujian agregat
halus serta persyaratan batas gradasi dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
Nomor Ayakan
|
Persen Lolos
|
Batas Gradasi
|
|
|
10
|
100
|
100
|
|
4,8
|
100
|
90 – 100
|
|
2,4
|
89,65
|
75 – 100
|
|
1,2
|
65,03
|
55 – 90
|
|
0,6
|
46,86
|
35 – 59
|
|
0,3
|
19,81
|
8 – 30
|
|
0,15
|
6,11
|
0 – 10
|
|
(Sumber : Hasil Pengujian
Laboratorium)
Dari Tabel 8. di atas dapat
digambarkan grafik batas gradasi agregat
halus sebagai berikut.
Gambar 11. Grafik Batas Gradasi Agregat Halus
4.1.2.
Pengujian Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan
pada penelitian ini adalah batu pecah ukuran maksimum 20 mm yang berasal Takari.
Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 9, sedangkan data hasil pengujian secara lengkap disajikan
dalam Lampiran
Tabel 9.
Hasil Pengujian Agregat Kasar
Jenis
Pengujian
|
Hasil
Pengujian
|
Spesifikasi
|
Keterangan
|
Berat Jenis
-
Bulk
-
SSD
-
APP
Penyerapan
Air
|
2,65
2,68
2,71
0,86%
|
2,58 – 2,85
sda
sda
2 – 7%
|
Memenuhi
syarat
sda
sda
Tidak
memenuhi syarat
|
Modulus
Halus Butir
|
7,56%
|
5 – 8%
|
Memenuhi
syarat
|
Berat Isi
|
1,51
gram/cm³
|
1,49 – 1,9
gram/cm³
|
Memenuhi
syarat
|
Kadar Air
|
0,91%
|
3 – 5%
|
Tidak
memenuhi syarat
|
Kadar
Lumpur
|
0,84%
|
Maks. 1%
|
Memenuhi
syarat
|
(Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium)
Untuk hasil pengujian agregat
kasar serta persyaratan batas gradasi dapat dilihat pada Tabel 10. berikut ini.
Tabel 10. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Nomor
Ayakan
|
Persen
Lolos
|
Batas
Gradasi
|
|
|
40
|
100
|
100
|
|
20
|
100
|
95
- 100
|
|
10
|
43,11
|
25
- 55
|
|
4,8
|
0
|
0
- 10
|
|
(Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium)
Dari Tabel 10. di atas dapat
digambarkan grafik batas gradasi agregat
kasar sebagai berikut.
Gambar 12. Grafik Batas Gradasi Agregat Kasar
Secara umum material agregat halus maupun agregat kasar yang digunakan
dalam penelitian ini telah memenuhi syarat sehingga layak untuk digunakan dalam
pembuatan benda uji, walaupun pada kadar air agregat halus maupun agregat kasar
tidak memenuhi standar. Hal ini dikarenakan agregat halus dan agregat kasar
yang diuji telah kering terkena radiasi sinar matahari langsung sebelum
dilakukan pengujian.
4.2. Rancangan
Campuran Beton
Perhitungan rencana campuran
beton normal (mix design) menggunakan
standar Dinas Pekerjaan Umum (SK SNI T-15-1990-03), dari perhitungan tersebut
didapat kebutuhan bahan per m³ setelah melakukan koreksi campuran yaitu :
Semen = 342 kg
Agregat halus = 800 kg
Agregat kasar = 1104 kg
Air = 204 liter
Dari hasil perhitungan proporsi
campuran beton normal dapat dihasilkan proporsi campuran beton dengan jumlah
benda uji sebanyak 9 buah dengan masing-masing perlakuan sebanyak 3 buah.
Perhitungan proporsi pada kebutuhan ketiga perlakuan dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 11. Proporsi Campuran Beton
Bahan/Material
|
BN
|
Semen
|
27,7 kg
|
Agregat halus
|
64,75 kg
|
Agregat kasar
|
89,42 kg
|
Air
|
16,61 liter
|
(Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium)
4.3. Pengujian
Kuat Lentur Beton
Pengujian kuat tekan beton ini dilakukan pada umur 28 hari. Hasil
pengujian ini dilakukan dengan menggunakan benda uji Balok beton untuk setiap
variasi dengan ukuran dimensi lebar 100 mm dan tinggi 150 mm dan panjang 600
mm. Hasil uji kuat kentur beton ditunjukan pada Tabel 12. Untuk data-data hasil pengujian
secara lengap dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 12. Rekapitulasi
Hasil Pengujian Kuat Lentur Beton Bertulang 100% Tulangan Baja
No
|
Kode Benda Uji
|
Umur (hari)
|
Berat (gram)
|
Dimensi Benda Uji
|
Beban Maks (P)
|
Kuat Lentur
(Fit)
|
Lentur Rata-rata
(Fit)
|
Panjang
(L)
|
Lebar
(b)
|
Tinggi
(d)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(N)
|
(MPa)
|
(MPa)
|
1
|
TB 01
|
28
|
24700
|
600
|
100
|
150
|
64000
|
21,33
|
20,67
|
2
|
TB 02
|
28
|
23600
|
600
|
100
|
150
|
61000
|
20,33
|
3
|
TB 03
|
28
|
23600
|
600
|
100
|
150
|
61000
|
20,33
|
(Sumber : Hasil Penelitian Laboratorium 2015)
Data tabel 12 memperlihatkan bahwa kuat lentur beton untuk komposisi 100%
tulangan baja (4 tulangan baja) diperoleh hasil pengujian untuk beton maximum
pada benda uji 01 dengan nilai kuat lentur (Fit) sebesar 21,33 Mpa dan minimum
pada benda uji 02 dan 03 dengan nilai kuat lentur (Fit) sebesar 20,33 Mpa,
sedangkan nilai kuat lentur (Fit) rata-rata pada perlakuan ini adalah 20,67
Mpa.
Dari Tabel 12. Dapat digambar
grafik kuat lentur beton sebagai berikut.
Gambar
13. Grafik Hubungan Persentase
100% tulangan baja
Tabel 13. Rekapitulasi
Hasil Pengujian Kuat Lentur Beton Bertulang 50%
Tulangan Baja
dan 50% Tulangan Rotan
No
|
Kode Benda Uji
|
Umur (hari)
|
Berat (gr)
|
Dimensi Benda Uji
|
Beban Maks (P)
|
Kuat Lentur
(Fit)
|
Lentur Rata-rata
(Fit)
|
Panjag
(L)
|
Lebar
(b)
|
Tinggi
(d)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(N)
|
(MPa)
|
(MPa)
|
1
|
2TB2TR 01
|
28
|
23200
|
600
|
100
|
150
|
57500
|
19,17
|
19,50
|
2
|
2TB2TR 02
|
28
|
23600
|
600
|
100
|
150
|
59000
|
19,67
|
3
|
2TB2TR 03
|
28
|
23600
|
600
|
100
|
150
|
59000
|
19,67
|
(Sumber : Hasil Penelitian Laboratorium 2015)
Data tabel 13 memperlihatkan bahwa kuat lentur beton untuk komposisi 50%
tulangan baja dan 50% tulangan rotan
(2 tulangan baja dan 2 tulangan rotan) diperoleh hasil pengujian untuk beton
maximum pada benda uji 02 dan 03 dengan nilai kuat lentur (Fit) sebesar 19,67 Mpa dan minimum pada
benda uji 01 dengan nilai kuat lentur (Fit) sebesar 19,17 Mpa, sedangkan nilai
kuat lentur (Fit) rata-rata pada perlakuan ini adalah 19,50 Mpa.
Dari Tabel 13 Dapat digambar grafik kuat lentur beton
sebagai berikut.
Gambar
14. Grafik Hubungan Persentase 50%
Tulangan Baja dan 50% Tulangan Rotan
Tabel
14. Rekapitulasi
Hasil Pengujian Kuat Lentur Beton Bertulang 25%
Tulangan Baja dan 75% Tulangan Rotan
No
|
Kode Benda Uji
|
Umur (hari)
|
Berat (gr)
|
Dimensi Benda Uji
|
Beban Maks
(P)
|
Kuat Lentur
(Fit)
|
Lentur Rata-rata
(Fit)
|
Panjang
(L)
|
Lebar
(b)
|
Tinggi
(d)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(N)
|
(MPa)
|
(MPa)
|
1
|
1TB3TR 01
|
28
|
23300
|
600
|
100
|
150
|
57000
|
19,00
|
19,11
|
2
|
1TB3TR 02
|
28
|
23200
|
600
|
100
|
150
|
56500
|
18,83
|
3
|
1TB3TR 03
|
28
|
23000
|
600
|
100
|
150
|
58500
|
19,50
|
(Sumber : Hasil Penelitian Laboratorium 2015)
Data tabel 14 memperlihatkan bahwa kuat lentur beton untuk komposisi 25%
tulangan baja dan 75% tulangan rotan (1 tulangan baja dan 3 tulangan rotan)
diperoleh hasil pengujian untuk beton maximum pada benda uji 03 dengan nilai
kuat lentur (Fit) sebesar 19,50 Mpa dan minimum pada benda uji 02 dengan nilai
kuat lentur (Fit) sebesar 18,03 Mpa, sedangkan nilai kuat lentur (Fit) rata-rata
pada perlakuan ini adalah 19,11 Mpa.
Dari Tabel 14. dapat digambar grafik kuat lentur beton
sebagai berikut.
Gambar 15. Grafik Hubungan Persentase 25% Tulangan
Baja dan 75% Tulangan Rotan
4.4.Uji Statistik
Setelah diketahui nilai kuat lentur beton, maka
langkah selanjutnya adalah analisis data menggunakan uji statistik ANOVA dengan
Rancangan acak lengkap seperti pada tabel berikut. Untuk
perhitungan secara lengkap lihat pada Lampiran
Tabel 15. Data Perilaku Mekanik Balok Dengan Tulangan
Rotan Pada Pengujian Lentur Beton Bertulang
Perlakuan
|
Ulangan (U)
|
Jumlah (TA)
|
Rata-rata (yA)
|
1
|
2
|
3
|
100% TB
|
21,33
|
20,33
|
20,33
|
62,00
|
20,67
|
50% TB; 50% TR
|
19,17
|
19,67
|
19,67
|
58,50
|
19,50
|
25% TB; 75% TR
|
19,00
|
18,83
|
19,50
|
57,33
|
19,11
|
Total
|
59,50
|
58,83
|
59,50
|
177,83
|
59,28
|
(Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium)
Tabel 16. Analisis Sidik Ragam (Uji F)
Sumber Keragaman (SK)
|
Derajat Bebas (DB)
|
Jumlah Kuadrat (JK)
|
Kuadrat Tengah (KT)
|
F hitung
|
F tabel
|
|
|
5%
|
1%
|
|
TR
|
2
|
3,93
|
1,96
|
10,943
|
5,14
|
10,92
|
|
Galat
|
6
|
1,08
|
0,18
|
|
Total
|
8
|
5,00
|
|
|
(Sumber : Hasil Analisis Data)
Koefisien Keragaman (KK)
= 0,715%
Berdasarkan hasil
uji statistik menggunakan perhitungan analisis varians ANOVA diperoleh nilai F hitung = (10,943) > F tabel
0,05 = (5,14) dan F tabel
0,01 = (10,92) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
antara penggunaan Tulangan Rotan dan Tulangan Baja dengan kuat Lentur beton,
yang berarti H0 ditolak dan menerima H1, sehingga perlu dilakukan uji T (t- test) untuk
mencari perbedaan kuat lentur yang signifikan diantara
tiga perlakuan.
Tabel 17. Hasil uji BNJ pengaruh penggunaan Tulangan Rotan dan Tulangan Baja
dengan kuat Lentur beton (menurut RAL dalam bagan huruf
Perlakuan
|
Nilai Kuat Lentur
|
BNJ 0,05 = (1,164)
|
|
|
25% TB; 75% TR
|
19,11
|
A
|
|
50% TB; 50% TR
|
19,50
|
A
|
|
100% TB
|
20,67
|
B
|
|
Hasil uji BNJ pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada taraf uji 5%
pengaruh penggunaan Tulangan Rotan dan Tulangan Baja dengan kuat Lentur beton
pada Perlakuan 100% Tulangan Baja berbeda nyata dengan perlakuan 50% tulangan
baja; 50% tulangan rotan dan dengan perlakuan 25% tulangan baja; 75% tulangan
rotan.
Perhitungan Analisis Varians dengan Menggunakan SPSS Versi 21.00
|
Tabel
18. Descriptives
|
Perlakuan
|
N
|
Mean
|
Std.
Deviation
|
Std. Error
|
95%
Confidence Interval for Mean
|
Min
|
Max
|
Lower Bound
|
Upper Bound
|
1
|
3
|
20,6633
|
,57735
|
,33333
|
19,2291
|
22,0976
|
20,33
|
21,33
|
2
|
3
|
19,5033
|
,28868
|
,16667
|
18,7862
|
20,2204
|
19,17
|
19,67
|
3
|
3
|
19,1100
|
,34828
|
,20108
|
18,2448
|
19,9752
|
18,83
|
19,50
|
Total
|
9
|
19,7589
|
,78971
|
,26324
|
19,1519
|
20,3659
|
18,83
|
21,33
|
(Sumber : Hasil Analisis
Data spss)
Output
Descriptives
Output Descriptives memuat hasil-hasil data statistik
deskriptif seperti mean, standar deviasi, angka terendah dan tertinggi
serta standar error. Pada bagian ini terlihat ringkasan statistik dari ketiga
sampel.
Tabel 19. Test of Homogeneity of Variances
|
Levene Statistic
|
df1
|
df2
|
Sig.
|
1,922
|
2
|
6
|
,223
|
(Sumber : Hasil
Analisis Data spss)
Output
Test of Homogenity of Variances
Tes
ini bertujuan untuk menguji berlaku tidaknya asumsi untuk Anova, yaitu apakah
ketiga sampel mempunyai varians yang sama. Untuk mengetahui apakah asumsi bahwa
ketiga kelompok sampel yang ada mempunyai varian yang sama (homogen) dapat
diterima. Untuk itu sebelumnya perlu dipersiapkan hipotesis tentang hal tersebut.
Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 = Ketiga variansi populasi adalah sama
H1 = Ketiga variansi populasi adalah tidak
sama
Dengan pengambilan Keputusan:
a)
Jika
signifikan > 0.05 maka H0 diterima
b)
Jika
signifikan < 0,05 maka H0 ditolak
Berdasarkan pada
hasil yang diperoleh pada test of homogeneity of variances, dimana
dihasilkan bahwa probabilitas atau signifikannya adalah 0,223 yang berarti lebih besar dari 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima.
Tabel 20. ANOVA
|
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
Between
Groups
|
3,913
|
2
|
1,957
|
10,943
|
,010
|
Within
Groups
|
1,076
|
6
|
,179
|
|
|
Total
|
4.989
|
8
|
|
|
|
(Sumber : Hasil Analisis
Data spss)
Output
Anova
Output Anova adalah akhir dari perhitungan yang digunakan sebagai
penentuan analisis terhadap hipotesis yang akan diterima atau ditolak. Dalam
hal ini hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 = Tidak ada pengaruh penggunaan rotan sebagai tulangan pada
pengujian lentur beton bertulang.
H1 = Ada pengaruh penggunaan rotan sebagai tulangan pada pengujian
lentur beton bertulang.
Untuk menentukan H0
atau H1 yang diterima maka ketentuan yang harus diikuti adalah
sebagai berikut :
a)
Jika F
hitung > Ftabel maka H0 ditolak
b)
Jika F
hitung < Ftabel maka H0 diterima
c)
Jika
signifikan atau probabilitas > 0.05, maka H0 diterima
d)
Jika
signifikan atau probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Berdasarkan pada
hasil yang diperoleh pada uji ANOVA, dimana dilihat bahwa F hitung =
10,943 > F tabel =
5,14 yang berarti H0 ditolak dan menerima
H1. Sedangkan untuk nilai probabilitas
dapat dilihat bahwa nilai probabilitas
adalah 0,010 < 0,05. Dengan demikian hipotesis nol (H0)
ditolak. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan penggunaan rotan sebagai tulangan pada
pengujian lentur beton bertulang.
Interprestasi :
Berdasarkan pada
hasil yang diperoleh pada uji ANOVA dan Output dari SPSS, dimana dilihat bahwa F hitung < F table yang berarti H0 ditolak dan
menerima H1. Sedangkan untuk nilai probabilitas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas adalah 0,010 < 0,05. Dengan demikian hipotesis nol (H0)
ditolak. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh
penggunaan rotan sebagai tulangan pada pengujian lentur beton bertulang.
1)
Ada
pengaruh yang signifikan antara penggunaan rotan sebagai tuangan beton pada
pengujian lentur beton bertulang.
2)
Ada
perbedaan kuat lentur antara penggunaan 100% Tulangan Baja, 50% Tulangan Baja
50% Tulangan Rotan, 25% Tulangan Baja 75% Tulangan Rotan.
3)
Perlakuan
yang paling baik antara penggunaan 100% Tulangan Baja, 50% Tulangan Baja 50%
Tulangan Rotan, 25% Tulangan Baja 75% Tulangan Rotan. untuk meningkatkan nilai kuat lentur beton
adalah 100% Tulangan Baja.
Setelah dilakukan
pengujian kuat lentur beton bertulang didapat hasil seperti pada Tabel 13, 14,
dan 15 untuk masing-masing perlakuan. Hasil uji kuat lentur berbanding terbalik
dengan jumlah perlakuan, yang berarti makin banyak penggunaan rotan sebagai
tulangan beton maka kuat lentur beton semakin menurun. Kuat lentur beton tanpa
tulangan rotan atau beton dengan menggunakan 100% tulangan baja dan menggunakan 50% tulangan baja, 50%
tulangan rotan dengan kekuatan yang masih memenuhi standar perencanaan yaitu
19,33 MPa, sedangkan kuat lentur beton dengan menggunakan perlakuan 25%
tulangan baja, 75% tulangan rotan menghasilkan nilai kuat lentur yang belum
mencapai nilai kuat lentur yang direncanakan yaitu 19,11 MPa. Dengan demikian maka tulangan
beton dengan menggunakan rotan hanya bisa dapat digunakan untuk struktur rumah
tinggal dengan standar 17,5 Mpa.
Penurunan nilai
kuat lentur beton dengan menggunakan 25% tulangan baja dan 75% disebabkan oleh
berat jenis, dan berat isi tulangan rotan yang relatif lebih kecil. Selain itu
penggunaan nilai faktor air semen (fas)
sebesar 0,6 dalam rancangan proporsi campuran juga menjadi salah satu
penyebab penurunan nilai kuat lentur. Penggunaan nilai fas yang tinggi
menyebabkan campuran beton menjadi encer sehingga terjadi pemisahan antara
agregat, semen dan air yang menyebabkan turunnya nilai kuat lentur beton
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian data Perilaku mekanik balok
dengan tulangan rotan pada pengujian lentur beton bertulang, dapat disimpulkan
bahwa:
Penggunaan Rotan
sebagai tulangan beton bertulang pada perlakuan 50% tulangan baja, 50% tulangan
rotan dan perlakuan 25% tulangan baja, 75% tulangan rotan belum mempunyai kuat
lentur beton yang sama dengan tulangan beton yang menggunakan 100% tulangan
baja, hal ini terlihat dari hasil uji kuat lentur (Fit) rata-rata yang diperoleh pada perlakuan
100% tulangan baja menghasilkan nilai kuat lentur sebesar 20,67 MPa, sedangkan tulangan yang menggunakan rotan dengan
perlakuan 50% tulangan baja; 50% tulangan rotan, dan , perlakuan 25% tulangan
baja; 75% tulangan rotan menghasilkan nilai kuat lentur masing-masing 19,50
MPa, dan 19,11 MPa.
5.2 Saran
Untuk menindaklanjuti penelitian ini, diperlukan beberapa koreksi yang
harus diperhatikan agar dapat dijadikan sebagai pedoman dan acuan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya agar dapat menjadi lebih baik. Adapun
saran-saran untuk penelitian selanjutnya antara lain sebagai berikut:
1.
Pada saat pembuatan benda uji diharapkan campuran harus
homogen sehingga tidak terjadi perbedaan hasil pengujian yang
signifikan.
2.
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan
Faktor Air Semen (FAS) yang lebih kecil.
3.
Perlu dilakukan kajian mengenai sifat dan karakteristik lentur dari
batang rotan yang akan dipakai.
4.
Diameter rotan yang akan digunakan sebagai tulangan harus
benar- benar diperhatikan karena ada batang rotan yang diameter batangnya besar
tapi masih muda.
5.
Untuk menggunakan rotan sebagai tulangan maka disarankan
untuk menggunakan perlakuan 50% tulangan baja dan 50% tulangan rotan.
6.
Untuk pembengkokan ujung rotan harus dilakukan saat rotan
masih mentah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Anonim. 1979, Standar industri Indonesia. Mutu dan cara uji tepung
gaplek. Departemen perindustrian
Republik Indonesia. SII70-1979. Badan standarisasi nasional. SNI
01-7208-2006 (jenis, sifat dan kegunaan rotan).
Anonim, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
(SK SNI T-15-1991-03), Yayasan LPMB, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung
1991.
Dransfield, J. 1974. A short guide to rattan biotrop/ TF/74/128
Bogor, Inonesia pp 69
Gaspersz, V.
2006. Teknik Analisis dalam Penelitian
Percobaan. Cetakan ke-3. Tarsito. Bandung.
Harison, Viktor. Karakteristik pull-out tulangan rotan sebagai
perkuatan pada tanah pasir. Journal.
Hanafiah,
K.A. 2012. Rancangan Percobaan : Aplikasi
dan Teori. Edisi Ketiga. Cetakan ke-14. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Istimawan, D., Struktur Beton Bertulang, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta 1994
Jasni.R.
Damayan dan T. Kalima. 2007. Atlas Rotan
Indonesia. Jilid I. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bagor
Jasni.R.
Damayan dan T. Kalima. Dan Abdurachman. 2010a. Atlas Rotan Indonesia. Jilid II. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bagor
Jasni.R.
Damayan dan T. Kalima. Dan Abdurachman. 2012. Atlas Rotan Indonesia. Jilid III. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bagor.
Junomiro,
CFM.2000. Rattan cultivation and industri
in Indonesia. Kanisius, Jakarta 2000
Kalima, T.
1996. Flora rotan di pulau jawa serta
kerapatan dan persebaran populasi rotan di tiga wilayah kawasan taman Nasional
Gunung Halimun Jawa barat. Tesis S2. Depok, Indonesia; Program studi
Biologi Program Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Tidak diterbitkan
Koamesakh, A.
1988. Pedoman Pelaksanaan Pengujian Rotan Indonesia. Jakarta
Krisdianto
dan Jasni. 2005. Struktur Anatomi Tiga
Jenis Batang Rotan. Jurnal ilmu dan teknologi kayu tropis; 3 (2), Cibinong;
masyarakat peneliti kayu Indonesia
Maleng,
Draius. 2004, Alternatif pemanfaatan
rotan sebagai tulangan besi beton pada struktur beton ringan. Universitas
Nusa Cendana. Skripsi
Nasa. 1989. Studi perbandingan beberapa sifat fisik,
mekanik dan kimia antara rotan bubuai (plectocomia elongata B1) dengan rotan
manau( calamus manan). Skripsi
Rachman,
O.1996. Peranan sifat anatomi, Kimia dan
fisis terhadap mutu rekayasa rotan. Disertai Doktor. Bogor; Program pasca
sarjana IPB. Tidak diterbitkan.
Tellu, T.
2005. Kunci identifikasi rotan (calamus
sp) asal sulawesi tengah berdasarkan struktur anatomi batang.
Biodiversitas; 6 (2) bulan april; 113-117.
Tellu, T.
2008. Sifat Kimia jenis-jenis rotan yang
diperdagangkan di propinsi sulawesi tengah. Biodiversitas; 9 (2) bulan
april; 108-111
Tjokrodimulyo, K. (1996). Teknologi Beton. Gajah Mada Press.
Yogyakarta.
Aturan dan Standarisasi
[BSN] Badan
Standarisasi Nasional.1996. Metode
Pengujan Kuat Lentur Beton dengan Balok Uji Sederhana yang Dibebani Terpusat
Langsung SNI 03 – 4154 – 1996. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan
Standarisasi Nasional.2002. Baja Tulangan
Beton SNI 07 – 2052 – 2002. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan
Standarisasi Nasional.2006. Jenis, Sifat
Dan Kegunaan Rotan. SNI 01-7208-2006, Jakarta.
[BSN] Badan
Standarisasi Nasional.2011. Cara
pembuatan dan perawatan benda uji di laboratorium. SNI 03-2493-2011,
Jakarta
[PBI]
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia. N.I – 2. Bandung (ID): Yayasan
Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.
SK SNI
M-106-1990-03 “Metode Pengujian Berat
Jenis Semen Portland”.
SK SNI T-15-1991-03. Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Departemen Pekerjaan Umum,
Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.
SK
SNI-T-15-1991-03 “Pengujian Kuat Tekan
Beton”, LPMB : Bandung
SNI-03-1970-1990
“ Metode Pengujian Berat Jenis dan
Penyerapan Air Agregat Halus”, LPMB : Bandung.
SK.SNI.T-15-1990-03.
Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.
SK.SNI.T-15-1991-03. 1991. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung. Cetakan Pertama. YLPMB. Bandung.
SNI 03-1968-1990. Metode Pengujian
Tentang Analisis Saringan Agregat halus dan Kasar.
SNI
03-1969-1990. Metode Pengujian Berat
Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar.
SNI
03-1970-1990. Metode Pengujian Berat
Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus.
SNI
03-1971-1990. Metode Pengujian Kadar Air
Agregat.
SNI 15-2049-2004. Semen Portland.
Website
http://sipil.ub.ac.id/sarjana/pengujian-geser-pada-panel-lapis-anyaman-rotan-dengan-variasi-campuran-semen-agregat-limbah-beton/?print=pdf