MODUL 4
SAMBUNGAN
KAYU DAN ALAT SAMBUNG KAYU
BAUT/MUR
A.
Pendahuluan
Dalam
konstruksi kayu yang membutuhkan perhatian yang besar adalah bagian sambungan
atau hubungan kayu, karena selalu merupakan titik terlemah dari suatu
konstruksi. Zaman dahulu soal sambungna menyebabkan tidak dapaynya orang
membuat konstrksi-konstruksi yang besar dan pemakaian kayu sangat berlebihan,
namun dengan kemajuan ilmu mekanika dan dipakainya alat sambung kayu yang
moderen serta kuat, timbulah kemungkinan untuk membuat konstruksi-konstruksi
yang besar dari kayu.
Di
Indonesia sampai kini masih menggunakan sambungan kayu yang termasuk kuno,
yaitu baut dan mur. Oleh karenanya di Indinesia jarang sekali kita jumpai
konstruksi kayu yang besar-besar. Di Eropa digunakan alat-alat sambung moderen
(modern timber connectors),
diantaranya kokot bulldog, alligator, geka, cincin-cincin belah (split ring) dan sebagainya dan dengan
alat sambung itu dapat dibuat konstruksi besar.
Modul ini akan membahas mengenai
sambungan kayu dan alat sambung kayu baut/mur
Kegiatan belajar mahasiswa dalam
modul ini terdiri 4 kegiatan pembelajaran: (1) Uraian materi pembelajaran, (2)
Rangkuman, (3) Latihan, (4) Tes dan Kunci
Kompetensi khusus yang akan dicapai
setelah mahasiswa mempelajari modul ini adalah:
1) Menjelaskan
tentang faktor penting mempelajari penyambungan kayu
2) Menjelaskan
tentang alat-alat sambung kayu
3) Menjelaskan
tentang cara pembebaban alat-alat sambung kayu
4) Menjelaskan
tentang alat sambung kayu baut tanpa mur
5) Menjelaskan
tentang alat sambung kayu; baut dengan mur
B.
PENYAJIAN
B.1. UMUM
Tidak seperti hanya pada konstruksi baja, dimana
sambungan dapat melekat rapat, pada sambungan kayu sering timbul sanaran yang
besar sesuai dengan besarnya gaya yang didukungnya. Oleh karena itu tidak
tepatlah apabila perhitungan kekuatan sambungan-sambungan itu hanya didasarka
pada beban patah (beban maksimum) saja, tetapi harus pula diperhitungkan
sasaran sambungan kayu itu.
Lazimnya sambungan-sambungan itu mempunyai faktor
keamanan sebesar 2.3a.4 berdasarkan beban patah, disamping itu sasarannya harus
£ 1,5 mm. Karena
sasaran yang besar akan menimbulkan tegangan-tegangan sekunder yang besar.
Sambungan kayu dapat dibagi dalam 3 golongan besar yaitu: sambungan desak,
sambungan tarik dan sambungan momen. Sambungan desak tidaklah menimbulkan
kesukaran yang besar sedangkan sambungan tarik merupakan soal yang penting
sekali, karena sering menimbulkan kesukaran yang akan dilihat pada pembahasan
selanjutnya.
Sambungan momen merupakan sambungan yang mahal dan lebih
sulit perhitungannya. Mengenai alat-alat sambungnya, dapat kita golongkan
menjadi 4 golongan yakni :
1.
Paku, baut, skrup kayu dan sebagainya.
2.
Pasak-pasak kayu keras dan sebagainya.
3.
Alat-alat sambung moderen (modern timber connectors), seperti kokot bulldog, alligator, geka,
bufa, cincin belah (split ring) dan
sebagainya.
4.
Perekat
Melihat cara
pembebanannya alat-alat
sambung itu dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu:
a.
Dibebani geseran, misalnya perekat, baut, paku dan pasak
kayu dapat juga dibebani geseran.
b.
Dibebani bengkokan atau lenturan diantaranya ialah baut,
paku dan pasak.
c.
Dibebani jungkitan diantaranya ialah pasak.
d.
Dibebani desakan misalnya kokot, cincin belah dan
sebagainya.
Untuk membandingkan alat sambungan apa yang paling cocok
untuk suatu konstruksi dibuatlah pengujian dengan 4 macam alat sambung yaitu
perekat, paku, kokot dan baut. Dari masing-masing pengujian dibuatlah diagram-diagram
sasaran (P - s) dan didalam hal
ini besaran yang diizinkan (
) diambil
x beban maksimum atau beban patah. Didalam
penelitian-penelitian seringkali lama sekali atau sukar sekali atau lama sekali
dicapai gaya patah, dan gaya patah ini disertai dengan gaya sasaran disertai dengan sasaran lebih dari 1 cm atau
diambil beban dengan sasaran 1,5 cm.


Dari gambar a, b dan c (gambar 19) yaitu untuk perekat, paku dan kokot, (
) dapat diambil dari beban maksimum, sedang untuk baut harus
dipakai beban dengan sasaran 1,5 mm. Sambungan dengan perekat ternyata yang
paling kuat dan kokoh karena sasarannya relatif kecil sekali. Lagipula dengan dipakainya perekat, kayu yang
disambung tidak menderita pengurangan luas tampang, seperti halnya jika dipakai
sambungan lainnya, yang memerlukan lubang di dalam kayu. (paku, baut dan
sebagainya).

![]() |
|
![]() |
Gambar 19. Alat Sambung
Pada Kayu dan Diagam Tegangan Yang Timbul
.
Oleh karena itu bekerjanya sambungan dengan perekat
adalah sangat baik. Sambungan dengan paku dan kokot juga termasuk baik juga
karena sasarannya tidak terlalu besar. Sambungan dengan baut mengalami
kerugian, bahwa penyambungan bekerja kurang baik. Karena sasarannya bertambah
besar dengan bertambahnya gaya. Kita terpaksa membatasi gaya dengan sasaran 1,5
mm, tambahan pula sambungan ini mengurangi luas tampang kayu yang akan
disambung. Oleh karena itu di dalam konstruksi kayu di Eropa umumnya jarang
sekali dipakai baut daripada alat sambung lainnya. Walaupun demikian telah
menjadi kenyataan, bahwa di Indonesia baut masih merupakan alat sambung yang
paling banyak digunakan.
B.2. SAMBUNGAN DENGAN
BAUT TANPA MUR.
Di dalam praktek baut tanpa mur tidak pernah dipakai.
Tetapi karena beberapa alat sambung lainya berpangkal pada baut tanpa mur, maka
perlu sekali dibicarakan terlebih dahulu. Dalam hal ini digolongkan 2
sambungan, yaitu sambungan tampang satu dan sambungan tampang dua.
1. Sambungan Tampang Satu
Untuk membicarakan tentang sambungan tampang satu
terlebih dahulu perlu ditinjau tentang pengujian desak. Sebuah batang kayu
diberi lubang (lihat gbr. 20) dan di dalam lubang itu dimasukan baut. Kemudian baut
di desak dengan gaya P.
|
|
|







|

|









|







|

Tegangan
maksimum disekitar lubang karena Pmax
ialah :
|

Hendaklah diingat bahwa tmax tidak sama
besarnya dengan ds
max yaitu yang didapat dari hasil pengujian biasa. Batas
kenyal dari diagram P - s terletak diantara 0,7 Pmax.
Maka dibawah batas kenyal ini berlakulah hubungan s = Ky dimana K merupakan angka
tetap (constant).

Prof. Anker Engelund, mahaguru pada Technical univercity
di Kopenhagen (Denmark) di dalam perhitungannya menganggap kayu dan besi (yaitu
bahan baut) sebagai bahan yang ideal plastik. P - s nya merupakan garis lurus
seperti yang ditunjukan pada gambar 21.


Kita tinjau
sekarang sambungan tampang satu. Disini ada dua kemungkinan. Kemungkinan
pertama ialah baru cukup kaku dan tidak
ikut membengkok dan kemungkinan kedua ialah baut ikut membengkok.
Gambar 22. Menunjukan hal-hal yang terjadi dalam kemungkinan pertama
yaitu baut cukup kaku. Jika masing-masing batang menderita tarikan sebesar P,
timbulah penyesaran
(a). gambar b menunjukan pembagian tekanan
pada bautnya. Gambar c menunjukan garis gaya lintang D. Sedangkan gambar d
menunjukan garis momen (M). Pada gambar c terlihatlah bahwa titik di mana D =
0, terletak pada jarak 2x dari tepi luar dan disini besarnya P =
= =
= pz. Dari gambar c
dan d kita mengetahui bahwa D = 0, terdapatlah nilai Mmax sebaliknya
pada tepi batang sebelah dalam, dimana D = P,



![]() |
Gambar 22.
Tekanan Pada Kayu, dan Gaya Lintang dan Momen Yang Ditimbulkan
Terdapatlah M
= 0. Kita hitung besarnya Mmax dipandang dari tepi sebelah luar
(kiri).
Mmax = Px . 1,5 x – Px . 0,5x =Px2 .
Dipandang dari tepi sebelah dalam :
Mmax= Pz -
= Pz2 -
=
.



Dari persamaan diatas Px2 = -
.

Maka terdapatlah x =
= 0,293 


Z =
(
) = 0,414



Maka, Pluncur = P
= 0,414 .

P
= 0,414 tkd
.. ........(1)


Persamaan (1) hanya berlaku selama Mmax
tb w ……(w = momen tahan besi bulat
=
), jadi dapat ditulis


Mmax =
=
(
)2
tb – 










Keadaan Jika Baut ikut membengkok
Pada keadaan ini disamping kayu terdesak, baut pun ikut membengkok pula
(gambar 23). pada kayu sepanjang a = 2z, tegangan telah mencapai tk,
dan dititik perbatasan itu D = 0. Dan M mencapai nilai maksimum. Untuk bagian
disebelah luar titik-titik tersebut, tegangan patah kayu lebih kecil
daripada tk (gambar a). kita
pandang keadaan tegangan pada baut itu.
![]() |
Gambar 23. Gaya Lintang dan Momen yang ditimbulkan
Jika Baut Bengkok
Seperti
diatas juga, kita dapat menentukan besarnnya P. P = tk dz = pz.
Karena keadaan setangkup, maka terdapatlah D = P. ditik dimana M = 0.
Mmax = Pz – pz. 

Dapat juga ditulis Mmax =
p .
=
=
, sedang kita
mengetahui pula




Mmax = tb w =
3 tb.

Jadi persamaan-persamaan tersebut diatas didapat ditulis


P2 =
. d4 . tb tk

P2 =
……………………… (3)

Dari persamaan Mmax =
dapat juga kita tulis
P2 =
……………..(3a), dimana
Mmax = momen luncur baut dan p = tegangan max. per centimeter baut.
Agar terjadi keadaan kedua yaitu kayu dan baut bersama-sama membengkok maka
lebar batang kayu
harus lebih besar daripada
batas, dan besarnya 2 batas ini dapat dicari
sebagai beikut :




Mmax =
………. z =
(dari keadaan kedua)


z = 0,414
………………..
(dari keadaan pertama)






2. Sambungan Tampang Dua
Sambungan ini sering dipakai pada plat sambung kayu yang sama besarnya
dikedua belah sisi. Disini terdapat
lebih banyak kemungkinan-kemungkinan daripada sambungan tampang satu.

Gambar
24. Sambungan Tampang Dua
Sambungan
tampang dua m
12 dan terjadi patah sebagian.

a.
Baut tidak membengkok sama sekali (gambar 24). Bila batang
asli m
daripada jumlah lebar plat sambung 2
m
2
……
= 2p
=
m . tk d
…………(4a). pada keadaan
ini plat sambung meluncur (gambar 3.06)








Bila batang asli m
daripada jumlah lebar plat sambung m
2
, maka batang asli
meluncur. Maka p = pm = tk dm …………… (4b)



Apabila m = 2
maka batang asli dan
plat sambung kedua-duanya akan meluncur.

b.
Baut membengkok dibagian tengah tetapi tidak membengkok
dibagian tepi
Jika m
2
ada kemungkinan baut
membengkok, tetapi hanya pada bagian tengah saja, sedang baut dibagian tepi
tetap lurus. Ini berarti momen yang timbul dibagian tengah telah mencapai Mmax
(momen luncur), sedang di bagian tepi belum.


![]() |
Gambar
25. Pembagian desakan sepanjang baut, garis D dan garis M
Pembagian desakan sepanjang baut, garis D dan garis M masing-masing
dilukiskan pada gambar 24. Mmax dan Mmin timbul di
titik-titik dengan jarak z dari kampuh sambungan, dan di titk-titik tersebut D
= 0. Dibagian tepi (sepanjang
), gaya-gaya yang bekerja ialah
+ px = p (x+z),
ini bekerja menurut
kampuh sambungan.



Dari itu
terdapatlah
= pz atau P= 2pz = 2tkdz .

Mmin = px .1
x -
px2 
tbd3




Sambungan tampang 2 terjadi patah sempurna di tengah dan patah sebagian
di tepi.
Mmax = -px . (1
x+2z) + p (x+z) . (1
z +
x) -
Pz +
Pz -
pz2






= -px2 + pz2.
Diketahui x = 

Maka Mmax = pz2 – p (
)2 =
p (4z2 -
2 + 2z
- z2)




=
p (3z2 + 2z
2) =
tkd (3z2
+ 2z
2)




Mmax =
tbd3

Dari persamaan diatas terdapatlah :
z =
(-1
+
)


P = 2 tkdz = 0,667 tkd
(-1
+
)…………….. (5)


Dapat juga ditulis P
= 0,667 tkd
(-1 +
) …………… (5a)



c.
Baut membengkok tengah dan tepi
Di
dalam halaman ini Mmin = Mmax = M, lihat gambar 3.08. b,
c dan d.
Untuk
menghitung momennya kita lihat bidang D.
Mmin + Mmax = luas
segitiga dengan alas 2z dan tinggi
P

Jadi
Mmin + Mmax =
.2z.
P =
P z = p z2
, sebab ………..
P = p z




Persamaan-persamaan
diatas :
Mmin = px2 dan Mmax = pz2
- px2 , terdapat 2 Mmax
= pz2 = tkdz2







Dapat
juga ditulis P =
…………… … (6a)


Gambar 26. Sambungan tampang dua
diatas mengalami patah sempurna,
baik
tepi maupun ditengah.
Umumnya plat-plat sambung diambil
setengah lebar batang yang disambung atau lebih sedikit jadi lebih banyak
terjadi baut membengkok di tengah maupun di tepi sehingga rumus 6 atau 6a yang
lazim dipakai.
Rumus-rumus diatas adalah berdasarka
tk dan tb. apabila kita bekerja dengan tegangan-tegangan
izin dan faktor aman untuk kayu dan besi (bahan baut) berturut-turut disebut nk
dan nb maka didalam rumus-rumus diatas tk dan tb
masing-masing diganti dengan Tk dan Tb, dimana Tk
=
dan Tb =
.


Untuk sambungan tampang 1, rumus-rumus menjadi :











Untuk sambungan
tampang dua, rumus menjadi :











Didalam praktek kita perlu
menyelidiki besarnya
atau biasa disebut
(kelangsingan baut),
tetapi cukup menghitung gaya yang diizinkan
dari rumus-rumus
diatas dan dari hasil-hasil itu dipililah nilai yang terkecil untuk dipakai.



B.3. SAMBUNGAN DENGAN
BAUT DENGAN MUR
Apabila kita menggunakan baut dengan cincin-cincin tutup, maka pada tepi
luar terjadilah momen karena seakan-akan ditempat itu terdapat jepitan. Oleh
karena itu sambungan itu menjadi semakin kuat, apabila dibandingkan dengan
sambungan baut tanpa mur.


Gambar 27. Hubungan Gaya dan Besaran Daripada
Sambungan dengan Baut
Gambar 27 menunjukkan hubungan gaya dan besaran daripada sambungan dengan
baut. Garis I adalah untuk sambungan
dngan baut tanpa mur, sedangkan garis II memakai mur dan teranglah, bahwa mur
dan cincin-cincin itu bekerja dengan baik dan sangat berguna (untuk
keadaan-keadaan tertentu). Didalam keadaan sesungguhnya sanbungan baut selalu
disrtai dengan cincin-cincin tutup dan mur.
Kekuatan
sambungan dengan baut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
- Daya dukung baut itu sendiri terhadap lenturan.
- Geseran pada kampuh-kampuhnya dan geseran ini tergantung daripada gaya tarik (gaya normal) yang timbul dalam baut ini.
- Kekuatan kayu.
Lubang tempat
baut tidak boleh terlalu besar, melainkan seberapah boleh dibuat sama besarnya
dengan garis tengah baut, sehingga untuk memasangnya diperlukan palu yang
ringan. Besarnya gaya tarik dalam baut akan sebanding dengan besarnya gaya P
yang diderita oleh batang kayu. Jadi semakin besar sesaran dalam sambungan, semakin
besar gaya tarik yang timbul.
Sambungan tampang satu.
Karena adanya jepitan ditepi luar, maka sambungan menjadi lebih kaku. Diagram
pembagian desakan dinyatakan sepertipada gambar 3. 10. Pada seluruh lubang di
sekitar baut desakan pada kayu akan merata dan mencapai nilai maksimum.
Disini
Pℓ = p . ℓ
M =
½ Pℓ . ℓ = ½ . Pℓ2 = ½ tk ℓ2d.
Rumus-rumus
tersebut hanya berlaku selama
M <
¶/32 tb d3
Atau
¶/32 tb d3 > ½
tk ℓ2 ‑ d.


Apabila
> 2,26
, maka
sasaran dan diagram pembagi desakan akan banyak menyerupai gambar pada gambar 28. Oleh karena
itu besarnya Pℓ dapat ditentukan pula Pℓ = 0,443d2
................ (13)



Sambungan akan
berguna sepenuhnya, apabola terjadi peluncuran baik di dalam kayu maupun di dalam
batang baut. Ini berarti bahwa kayu telah mencapai tk dan batang
baut disamping dibabani gaya tarik karena adanya
penjangkaran,
mendapat tegangan karena lenturan.
Gaya tarik tarik terbesar yuang dapat ditahan oleh baut
adalah :



Maka dari bekerjanya gaya tarik tersebut diatas, dapat
ditentukan
Pmax = 0,443 d2
+ f . ¶/4
. tb .......................... (13a)


(gambar 28)
Sambungan tampang dua
Apabila baut cukup kaku dengan kelangsingan cukup kecil, maka kayu
akan mencapai tegangan
luncurnya terlebih dahulu. Teganganya akan serupa dengan keadaan pada gambar
3.06. Jika m > 2ℓ, maka seluruh lubang baut di plat-plat sambung kayu akan
mencapai tk . Pℓ = 2 tk dℓ ....................(14).
Sebaliknya jika m < 2ℓ, maka diseluruh lubang baut
pada batang asli akan mencapai tk.
Pℓ = tk md ....................
(14a)
Pada keadaan baut tidak cukup kaku sehingga ikut
membengkok dan akhirnya meluncur juga, hasilnya ialah
Pℓ
= 0,886 d2
........................... (15)

Maka apabila gaya geser ikut diperhitungkan seperti
halnya pada sambungan tampang satu.
Pmasx
= 0,886 d2
+ 2f .
tb ¶/4
...................... (15a)


Disisni gaya geser timbul antara dua kampuh antara batang
asli dan plat sambung. Besarnya garis tengah bersih d1 boleh diambil
0,8 d. Di dalam pelaksanaan menurut peraturan, alat sambung baut harus disertai
dengan cincin-cincin tertutup dengan ukuran > 3,5 d dan tebalnya >
4 mm. Tetapi di dalam kenyataanya cincin-cincin tertutup itu hanya berukuran 2
d saja dan hal ini disebabkan oleh kurangnya pengertian pelaksana. Lagipula
karena keteledoran pekerja dan karena menyusutnya kayu setelah beberapa lama di
dalam konstruksi, maka mur-muir tidak lagi ketat benar, sehingga akibatnya
penjangkaran tidak dapat bekerja dengan baik. Berhubung dengan alasan-alasan
tersebut diatas, maka untuk lebih amanya kita mendasarkan perhitungan baut atas
keadaan, bahwa mu dan cincin tertutup tidak dapat bekerja sama sekali. Jadi
kita tetap menggunakan rumus-rumus 7,8 untuk yang tampang satu dan rumus 9, 10
dan 11 untuk yang tampang dua.
Di bawah ini diberikan daftar harga tk untuk
beberapa macam kayu sebagai hasil penelitian penulis di laboratorium kayu
fakultas teknik universitas gadjah mada.
Tabel 10. Daftar Harga tk Untuk Beberapa Macam Kayu
Kayu
|
Tk
(kg/cm2)
|
Jati
Rasamala
Pinus
Damar
suren
|
470
550
330
300
240
|
Besarnya nk dan nb tidak diambil
sama melainkan nk = 4 dan nb = 2,25. Walaupun diambil nb=
2,25 namun ini tidak berarti, bahwa sambungan itu hanya mempunyai ns =
2,25. Kita lihat rumus-rumus sambungan tampang satu (rumus 7 dan 8). Setelah d
dan ℓ ditentukan maka menurut rumus 7 besarnya P adalah berbanding lurus dengan
Tb, jadi dapat juga dikatakan
adalah fungsi linier daripada nk.
Karena itu rumus 7 mempunyai ns = 4 juga. Dalam rumus 8
besarnya
dipengaruhi oleh
jadi besarnya
=
= 3. Ini berarti bahwa nilai ns
terletak antara 3 dan 4.





Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis terdapatlah
tb = 5400 kg/cm2. Untuk penyederhanaan kayu-kayu di
Indonesia kita golongkan dalam 3 golongan yaitu:
Golongan
I dengan kuat-desak tk = ± 500 kg/cm2
Golongan
II dengan kuat-desak tk = ± 400 kg/cm2
Golongan
III dengan kuat-desak tk = ± 300 kg/cm2
Dengan
mengambil nk = 4 dan nb = 2,25, maka untuk golongan I
terdapat :








Bentuk rumus-rumus tersebut diatas sangat sederhana.
Cukuplah kita mengisi nilai-nilai d, ℓ, m di dalam rumus-rumus tersebut, dan
dari nilai-nilai yang diperoleh itu kita ambil nilai yang terkecil untuk dipakai.
Pengaruh PenyimpanganArah Gaya Terhadap
Arah Serat
Didalam uraian-uraian tersebut diatas ditentukan, baik
pada sambungan tampangsatu maupun tampang dua,arah gaya sejajar dengan arah
serat. Apabila arah gaya tidak sejajar dengan arah serat, maka kekuatan
sambungan akan berkurang. Hal ini mudah kita mengerti bahwa tk┴ <
tk║.serupa dengan kuat-desak ∂ds maka pengaruh
penyimpangan arah gaya terhadap arah serat dilukiskan sebagai garis sinusoida.
Dan dari hasil penelitian penulis, untuk indonesia dapat diambil nilai tk┴
< tk║ = 0,4.
Kita lihat sekarang sambungan tampang satu,dari rumus Pℓ
= 0,414 tkdℓ dapat dilihat bahwa P berbanding lurus
dengan tk, sehinggapengaruh sudut penyimpangan ά maka menghasilkan
rumus :
P =
0,414 tkdℓ (1-0,6 sin ά).
Dari rumus P = 0,443 d2
dapat dilihat, bahwa P adalah sebanding
dengan
. untuk nilai xx maka faktor
reduksi menjadi 0,4 = 0,632 x o,65. Oleh karena itu rumus menjadi P = 0,443 d2
. (1-0,35 sin ά).



Dengan dasar-dasar tersebut diatas dan setelah diisi
nilai-nilai tk║ dan
lain-lain, rumusnya menjadi sebagai berikut :
Golongan I
Sambungan
tampang satu :
= 50 dℓ (1- 0,60 sin ά) ........................ (16)



atau
Sambungan
tampang dua :
= 125 dm (1- 0,60 sin ά) ........................ (17)




Golongan II
Sambungan
tampang satu :
= 40 dℓ (1- 0,60 sin ά) ........................ (18)



atau
Sambungan
tampang dua :
= 100 dm (1- 0,60 sin ά) ........................ (19)




Golongan III
Sambungan
tampang satu :
= 25 dℓ (1- 0,60 sin ά) ........................ (20)



atau
Sambungan
tampang dua :
= 60 dm (1- 0,60 sin ά) ........................ (21)




P dalam kilogram, d, ℓ dan m dalam cm, dan ά dalam
derajat. Dari tiap-tiap golongan yang diambil adalah nilai yang terkecil.
Adapun yang termasuk di dalam golongan satu ialah semua
kayu dari kelas kuat I ditambah dengan kayu rasamala. Yang termasuk dalam
golongan dua ialah semua kayu dengan kelas kuat II dan kayu jati.
Dan yang termasuk di dalam golongan 3 ialah semua kayu
dengan kelas kuat II. Bagian kayu dengan kelas kuat IV dan V tidak diadakan
rumus-rumus. Oleh karena di dalam p1raktek, kayu-kayu tersebut hampir tidak
pernah dipakai di dalam konstruksi dengan baut.
Di
dalam PKKI dicantumkan pula syarat-syarat sebagai berikut :
- Alat sambung baut harus dibuat dari baja St 37 atau dari besi yang punya kekuatan paling sedikit seperti St 37.
- Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dan kelonggaran harus < 1,5 mm.
- Garis tengah baut harus > 10 mm (3/8’) , sedangkan untuk sambungan baik tampang satu maupun tampang dua dengan tebal kayu lebih besar daripada 8 cm, harus dipakai baut dengan garis tengah > 1/2’.
- Baut harus disertai cincin-tutup yang tebalnya ± 0,3 dan 5 mm dengan garis tengah 3d, atau jika mempunyai bentuk persegi 4 lebarnya > 3d, dimana d = garis tengah baut. Jika bautnya hanya sebagai pelekat, maka tebal cincin-tutup dapat diambil 0,2 d dan maksimum 4 mm.
- Jika pada sambungan tampang
satu salah satui batangnya dari besi (baja), atau pada sambungan tampang
dua plat-plat sambungnya dari besi (baja), maka nilai
di dalam rumus-rumus tersebut dapat dinaikan dengan 25 %.
- Apabila baut tersebut dipergunakan dalam konstruksi yang tidak terlindung, maka di dalam perhitungan kekuatannya harus dikalikan dengan angka 5/6. Dan apabila dipergunakan pada konstruksi yang selalu basah, maka kekuatanya harus dikalikan dengan angka 2/3.
- Jika gaya yang didukungnya itu diakibatkan oleh beban sementara, maka kekuatran sambungan dapat dinaikan dengan 25 %.
Jarak Antara Baut-Baut
Didalam suatu kontruksi biasanya untuk sebuah batang yang
di sambung diperlukan lebih dari satu baut, dan kadang-kadang diperlukan 2
baris atau lebih. Didalam sebuah baris jarak antara harus sedemikian besarnya, sehingga
tidak akan timbul bahaya retak karena tegangan geser atau karena bahaya belah.
Di
dalam PKKI jarak antara itu diberikan s bagai berikut.
Penempatan
baut-baut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Arah gaya sejajar arah serat (gambar 29)

Gambar 29. Penempatan Baut Sejajar Arah Serat
Jarak
minimum.
·
Antara sumbu baut dan ujung kayu (kayu muka) yang
dibebani 7d dan ≥10 cm.
·
Antara sumbu baut dan ujung kayu yang tidak dibebani,
3,5d.
·
Antara sumbu baut dan sumbu baut dalam arah gaya 6d.
·
Antara sumbuhbaut dengan sumbuh baut dalam arah ┴ arah
gaya 3d.
·
Antara sumbuh baut dengan tepi kayu3d.
2.
Arah gaya tegak lurus arah serat (gambar 30)

Gambar
30. Penempatan Baut Tegak Lurus Arah Serat
Jarak
minimum.
·
Jarak antara sumbu baut dengan tepi kayu yang dibebani
5d.
·
Antara sumbu baut dengan dengan sumbuh baut dalam arah
5d.
·
Antara sumbu baut dan tepi kayu yang tidak dibebani 5d.
·
Antara sumbuh baut dalam arah tegaklurus gaya 3d.
3.
Arah gaya membentuk sudut (0o < α < 90o) dengan arah
serat (gambar 31)

Gambar
31. Penempatan Baut Arah Gaya Membentuk Sudut
Jarak
minimum:
·
Antara sumbu baut dan tepi kayu yang dibebani dalam arah
gaya 5 ǎ6d.
·
Antara sumbu baut dan sumbu baut dalam arah gaya 5 ǎ6d.
·
Anatara baut dan sumbu tepi kayu yang tidak
dibebani. 2d.
Setelah kita ketahui rumus-rumus sambungan dengan baut di
bawah ini diberikan beberapa contoh perhitungan. Rumus-rumus (16) sampai dengan
(21) berlaku untuk sambungan tampang satu dan dua. Dalam praktek acap kali kita jumpai sambungan
tampang empat dan tampang enam, yaitu apabila kita harus menyambung
batang-batang seperti yang terlihat pada gambar 32 yang merupakan sambungan tampang
empat.

Gambar 32. Sambungan
Tampang Empat
Pada keadaan ini sambungan menjadi 2 x sambungan tampang
dua. Sehingga kita dapat menggunakan rumus-rumus 17, 19, atau 21, sesuai dengan
golongan sambungan. Demikian pula jika kita harus menyambung batang-batang
rangkap tiga misalnya 3 x 8/14 cm, maka sambungan dapat merupakan 3 x sambungan
tampang dua. Pada rumus-rumus (16 sampai dengan 21) diberikan nilai-nilai
bt = (
bata), yuang diperoleh dengan menyamakan
rumus-rumus sambungan tampang satu dan tampang dua dengan nilai α = 0o.


Apabila ukuran-ukuran kayu telah diketahui, maka jika
dipilih garis tengah baut sedemikian rupa sehingga
=
bt, sambungan akan menjadi hemat.
Dalam praktek jarang dicapai
tepat sama dengan
bt, karena ukuran kayu dalam
perdagangan tertentu.




Setidaknya pemilihan baut dilakukan sedemikian rupa
sehingga
mendekati
bt. Sekali lagi ditegaskan bahwa
bt tersebut hanya berlaku untuk
nilai α = 0o.



Pada penyabungan batang tarik disarankan agar setengah
bagian sambungan paling sedikit dipakai dua baut yang diharapkan dapat memikul
momen tak tersangka.
C.
PENUTUP
C.1.
RANGKUMAN
Perhitungan
kekuatan sambungan-sambungan pada kayu tidak saja didasarkan pada beban patah (beban maksimum) saja,
tetapi harus pula diperhitungkan sasaran sambungan kayu itu.
Lazimnya sambungan-sambungan itu mempunyai faktor
keamanan berdasarkan beban patah, disamping itu sasarannya harus £ 1,5 mm. Karena sasaran yang
besar akan menimbulkan tegangan-tegangan sekunder yang besar.
Sambungan kayu dapat dibagi dalam 3 golongan besar yaitu:
sambungan desak, sambungan tarik dan sambungan momen. Sambungan desak tidaklah
menimbulkan kesukaran yang besar sedangkan sambungan tarik merupakan soal yang
penting sekali, karena sering menimbulkan kesukaran yang akan dilihat pada
pembahasan selanjutnya.
Sambungan momen merupakan sambungan yang mahal dan lebih
sulit perhitungannya.
Alat-alat sambungnya, dapat kita golongkan menjadi 4 golongan yakni: (a) Paku, baut,
skrup kayu dan sebagainya, (b) Pasak-pasak kayu keras dan sebagainya, (c) Alat-alat
sambung moderen (modern timber connectors), seperti kokot bulldog, alligator,
geka, bufa, cincin belah, (split ring) dan sebagainya, (d) Perekat
Melihat cara
pembebanannya alat-alat
sambung itu dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu:
(1)
Dibebani geseran, misalnya perekat, baut, paku dan pasak
kayu dapat juga dibebani geseran.
(2)
Dibebani bengkokan atau lenturan diantaranya ialah baut,
paku dan pasak.
(3)
Dibebani jungkitan diantaranya ialah pasak.
(4)
Dibebani desakan misalnya kokot, cincin belah dan
sebagainya.
C.2.
LATIHAN
Anda
diminta untuk menjelaskan kembali mengenai sambungan tampang satu, dua, empat
dan enam pada kayu. Serta apa yang anda
ketahui mengenai sambungan mur, sambungan mur tanpa baut dan sambungan mur
dengan baut.
C.3. TES DAN
KUNCI
TES
1. Sebuah batang
jati berukuran 16/20 disambung dengan 4 baut dengan garis tengah ¾” gambar
3.15. Batang ini adalah untuk konstruksi yang terlindung dan permanen.
Ditanyakan berapa gaya s yang dapat ditahan oleh sambungan ini?

2.
Alat-alat sambung kayu terdiri dari
empat golongan, sebutkan!
3. Melihat cara
pembebanannya alat-alat
sambung itu dapat dibagi menjadi 4 macam. Sebutkan
KUNCI
1.
Sambungan ini termasuk golongan II. Karena konstruksi
terlindung dan permanen maka faktor β dan γ = 1.
|
inci
|
cm
|
3/8
1/2
5/6
3/4
7/8
1
|
0,95
1,27
2,12
1,91
2,22
2,54
|
Dipakai a1
= 15 cm.
Ukuran lain diberikan pada gambar 3.15
2.
Alat-alat sambungnya, dapat kita golongkan menjadi 4
golongan yakni :
a)
Paku, baut, skrup kayu dan sebagainya.
b)
Pasak-pasak kayu keras dan sebagainya.
c)
Alat-alat sambung moderen (modern timber connectors),
seperti kokot bulldog, alligator, geka, bufa, cincin belah, (split ring) dan
sebagainya.
d)
Perekat
3.
Melihat cara pembebanannya alat-alat sambung itu dapat dibagi
menjadi 4 macam yaitu:
a)
Dibebani geseran, misalnya perekat, baut, paku dan pasak
kayu dapat juga dibebani geseran.
b)
Dibebani bengkokan atau lenturan diantaranya ialah baut,
paku dan pasak.
c)
Dibebani jungkitan diantaranya ialah pasak.
d)
Dibebani desakan misalnya kokot, cincin belah dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1. ANONIMOUS,
1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia
(PPKI) NI-5. Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan: Bandung
2. DUMANAUW,
J.F, 1982. Mengenal Kayu. Penerbit
Gramedia: Jakarta
3. FRICK,
HEINZ, 1980. Ilmu Konstruksi Bangunan. Penerbit
Kanisius: Jogjakarta
4. TJOA
PWEE HONG dan DJOKOWAHJONO, F.H. 1996. Konstruksi
Kayu. Penerbit Universitas Atma Jaya: Jogjakarta
5. YAP,
FELIX. 1984. Konstruksi Kayu. Penerbit
Bina Cipta: Bandung
SENARAI
modern timber connectors
|
=
|
alat-alat
sambung moderen
|
split ring
|
=
|
cincin
belah
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar